Jumat, 02 Agustus 2013
LEBARAN
Lebaran
by Firdaus Komar
LEBARAN. Demikian orang Indonesia menyebutkannya. Sejatinya adalah Idul Fitri. Pada momentum Lebaran inilah banyak hal yang menyertainya termasuk momen-momen yang tidak terlewatkan. Dari proses menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan, kemudian ada peristiwa membayar zakat, serta berbagai tradisi atau budaya yang menyertainya. Termasuk tradisi mudik, tradisi menyiapkan makanan dan minuman serta digelarnya halal bihalal. Dalam kontek Lebaran, kenyataannya memang momentum yang luar biasa. Namun yang perlu digarisbawahi momentum yang sebenarnya menjadi perintah Allah dalam rukun Islam yaitu perintah menjalankan puasa dan membayar zakat. Sedangkan Lebaran, semestinya dampak dari menjalan ibadah puasa. Bagaimana mungkin, jika umatnya tidak menjalankan perintah puasa juga ikutan merayakan Idul Fitri. Semestinya mereka yang merayakan kemenangan setelah menahan dan mengendalikan hawa nafsu selama Ramadhan adalah mereka yang menjalankan ibadah puasa.
Daya magnet Lebaran memang luar biasa. Miliaran umat muslim se-dunia bersiap merayakan Lebaran. Betapa magnet Lebaran seakan-akan telah membius berbagai tingkatan masyarakat. Dari masyarakat tingkat bawah hingga kelas elit atas begitu disibukkan dengan persiapan Lebaran. Tidak bisa dibantah Lebaran yang menjadi ajang silaturahmi dan menjadi ukuran saat kembali suci dalam perayaan Idul Fitri. Pada sisi agama, sebelum Lebaran, umat muslim yang menjalankan ibadah puasa juga akan melaksanakan membayar zakat. Kekuatan pengumpulan zakat ini juga secara pembangunan ekonomi umat akan mengharmonisasi antara kaum kaya dan miskin. Karena di antara harta orang kaya adalah hak dan kepunyaan orang miskin. Seharusnya demikian.
Magnet Lebaran juga secara ekonomi telah menghidupkan perekonomian, dari masa pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan telah muncul pasar-pasar bedug dan pasar Ramadhan. Belum lagi pasar-pasar tradisional dan mal-mal pada ramai dikunjungi pembeli. Walaupun pada sisi berbeda, kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat saat ini di tengah kenaikan harga-harga barang memang telah mempengaruhi warga terutama warga tingkat bawah dalam mepersiapkan Lebaran.
Walaupun mereka tetap berusaha untuk tersenyum dan bergembira, senyum dan kegembiraan itu mungkin hanya manis di bibir tapi pahit di hati. Bayangkan saja untuk membeli dan memasak bumbu air ketupat saja mungkin sudah sulit. Apalagi jika harus memilih baju-baju di mal yang harganya lebih mahal.
Bagi pengusaha di mal tidak khawatir, karena barang-barang di mal tetap laku terjual, karena memang banyak masyarakat yang diberi rezeki lebih. Lihat saja mal-mal dipadati pengunjung. Tempat parkir kendaraan selalu penuh tidak menyisahkan lagi tempat parkir. Kita mau melewati jalan-jalan yang dekat kases mal juga dipastikan akan mengalami macet. Sebanyak mal dibangun, sebanyak itu pula pengunjung memadati lokasi-lokasi mal.
Selain magnet Lebaran yang telah menggerakkan ekonomi walaupun kenyataannya adalah perilaku konsumtif yang muncul. Pada sisi positif, Lebaran juga telah memunculkan semangat bersilaturahmi. Semangat silaturahmi ini juga akan meningkatkan rasa kekeluargaan dan saling memaafkan. Mungkin saja selama di antara keluarga yang jauh karena faktor geografis tetapi dengan melalui Lebaran akan meningkatkan keakraban dan saling memberikan ruang maaf melalui silaturahmi.
Apalagi dengan silaturahmi akan memperpanjang umur dan akan menambah rezeki. Tentu saja dengan silaturahmi yang begitu bermanfaat semoga dapat dijadikan momentum untuk saling memamafkan. Apalagi urusan dengan manusia memang harus dengan saling memaafkan di antara manusia.
Lebih jauh dari perspektif sosiologis pada momentum Lebaran yang dikenal dengan tradisi mudik Lebaran. Mudik Lebaran ialah mendekatkan dan merekatkan kembali hablun minannaas yaitu hubungan antara perantau yang mudik lebaran dengan sanak keluarga yang menetap di kampung. Melalui medium Idul Fitri, dibangun dan diperbaharui kembali hubungan sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial, yang disebut manusia tabiatnya bersosialita atau bermasyarakat. Dalam kenyataan, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lainnya. Sejak lahir sampai wafat, memerlukan sanak keluarga, family dan atau masyarakat luas.
Oleh karena itu, Idul Fitri selalu dijadikan momentum untuk mudik atau pulang kampung. Dari perspektif sosiologis, momentum Idul Fitri memiliki makna untuk membangun kembali, memelihara, menjaga, merawat dan meningkatkan silaturrahim dengan komunitas di kampung halaman. Dengan demikian, warga yang di perantauan tidak lupa dari mana dia berasal. Dengan demikian akan memunculkan semangat untuk bersedeka dan berinfak di daerah asal kampung halamannya. O
Rabu, 24 Juli 2013
Menjaga Harapan
HARAPAN itu mungkin saja masih ada, bayangkan kalau harapan itu sirna. Ketika tak ada lagi harapan, maka yang muncul adalah rasa kecewa yang justru dapat menimbulkan tindakan non-produktif.
Jika harapan itu masih ada artinya untuk menjaganya sangat penting dengan hati yang bersih. Jika harapan dipenuhi ambisi dan kepalsuan akan menjadikan sebuah harapan itu harapan palsu.
Dengan berbagai tantangan dan kondisi terjal dalam mempengaruhi hitam putihnya kehidupan sudah menjadi keharusan untuk dihadapi. Tidak ada istilah putus harapan. Karena harapan itu, yang saat ini menjadi kekuatan dalam menerobos dan mempengaruhi kekuatan lain dalam politik.
Kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah telah mencabik-cabik harapan rakyat kita. BBM yang menjadi kebutuhan strategis dan harus diimpor lagi, seakan-akan menunjukkan ketidak berdayaan pemerintah dan rakyat kita.
Setelah kenaikan bahan bakar minyak (BBM), berbagai sektor mau dinaikkan.Tidak ada lagi ruang untuk memberikan harapan baru bagi rakyat. Bantuan BLSM hanya basa basi tidak memberikan rasa aman. Harga-harga kebutuhan di pasar-pasar sudah dinaikkan.
Di tengah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, ternyata harga komoditi yang menjadi andalan dalam pencarian rakyat justru turun. Sungguh kondisi ekonomi yang tidak mampu memberikan rasa aman kepada rakyat. Sudah menjadi tugas negara yaitu mencapai tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Apa yang menjadi tujuan negara itu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Maka dapat kita simpulkan bahwa negara Indonesia melindungi negara tanah air dan seluruh warga negara Indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Selain itu negara kita menginginkan situasi dan kondisi rakyat yang bahagia, makmur, adil, sentosa, dan lain sebagainya. Di samping itu negara Indonesia turut berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia untuk kepentingan bersama serta tunduk pada perserikatan bangsa-bangsa atau disingkat PBB. Meskipun Indonesia sudah merdeka 67 tahun, tujuan berbangsa dan bernegara belum seluruhnya sesuai amanat Pembukaan UUD 1945. Tujuan melindungi tumpah darah Indonesia dan ikut menjaga ketertiban serta perdamaian di dunia memang sudah tercapai. Akan tetapi, tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan rakyat belum seluruhnya dilakukan. Dulu pernah ada upaya untuk mencapai tujuan negara dengan tiga cara (trilogi pembangunan), yaitu pemerataan ekonomi, pertumbuhan, dan stabilitas nasional, sekarang dengan cara lain juga harus dicapai. Dengan melihat perjalanan bangsa, dapat dikatakan bahwa tujuan negara, yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial masih belum tercapai, juga Indonesia belum bangkit dan mandiri.
Presiden Yudhoyono apakah tidak gagal mensejahterakan rakyat . Begitu juga semua orang-orang yang lagi dibicarakan sebagai calon presiden tahun 2014. Ada beberapa sebab. Pertama, Yudhoyono dan calon-calon lainnya, semua merupakan perwakilan dari kelas menengah atas Indonesia yang mengukur keberhasilan ekonomi dengan ukuran pertumbuhan kelas menengah dan kelas menegah atas. Kelas menengah makmur Indonesia mungkin kurang-lebih 10% dari penduduk Indonesia atau 20an jutaan orang. Kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi Indonesia, dan keterbelakangannya infrastruktur sosio-budaya, berasal dari warisan kolonialisme Hindia Belanda yang meletakan Indonesia sebagai ekonomi neo-koloni yang tak berindustrialisasi. Pada abad 21 ini, di sebagian besar negeri sedang (tidak) berkembang di dunia, mimpi tentang pembangunan tinggal menjadi mimpinya kelas menengah atas saja. Hanya sedikit negeri, seperti Venezuela misalnya, yang masih memperjuangkan pembangunan buat rakyatnya – atau lebih tepat, rakyat Venezuela sendiri sedang memperjuangkannya. Di banyak negeri-negeri dengan mimpi development menghilang rasa tak ada harapan semakin kental terasa. Tindakan-tindakan drastis, semakin sering terjadi. O
Carmuk
CARI MUKA, inilah tabiat yang cenderung negatif. Sikap yang mengandalkan kemampuan menjilat pimpinan dan terkadang memfitnah kawan atau lawan. Betapa jeleknya sifat cari muka ini. Tidak mau ngomong yang sebenarnya di depan pimpinan. Justru saat depan pimpinan atau bos ngomong yang menyenangkan dan selalu bicara bisa melakukannya, walaupun itu sudah jelas melanggar aturan. Ini juga yang kadang-kadang membahayakan pimpinan itu sendiri. Cari muka cenderung selain punya sifat suka memfitnah orang lain juga akan mengorbankan pihak lain, terkadang juga bisa mengakibatkan merugi bagi bos atau pimpinan itu sendiri.
Biasanya orang cari muka untuk mendapatkan sesuatu, bisa jadi berupa untuk mempertahan kan jabatan yang ia emban atau bisa juga untuk mendapatkan imbalan entah itu berupa reward atau pun minta mau dikatakan bahwa dialah yang benar-benar bekerja untuk bosnya.
Lebih fatal lagi, sang bos cenderung percaya dan senang dengan tertawa terbahak-bahak dengan laporan asal bapak senang (ABS) ini. Sang bos juga langsung percaya dengan apa yang dilaporkan dan langsung menghakimi orang yang difitnah itu. Inilah bahaya yang bia merasuk siapa saja yang sering dianggap bos dan pimpinan. Bahayanya lagi yang difitnah menjadi korban dan tidak ada sama sekali untuk membela diri.
Motivasi mereka-mereka yang selalu cari muka cenderung ke arah yang negatif. Bisa jadi karena faktor mencari materi atau duniawi semata-mata/ Biasanya karena harta dan jabatan (kedudukan). Keduanya sering disebut-sebut sebagai dua sekawan yang tak terpisahkan. Harta bisa mengantarkan seseorang kepada posisi atau jabatan tertentu. Bahkan hari ini posisi yang seharusnya diisi secara alami oleh orang-orang berkompeten pun bisa dibeli dengan harta. Posisi atau jabatan pun bisa membuat orang mampu mengeruk harta sebanyak-banyaknya. Tanpa ada rasa puas. Tidak ada rasa malu. Apalagi secuil peduli, perhatian dan keberpihakan terhadap masyarakat. Banyak contoh dalam kasus pemberian suap, kasus korupsi seperti yang ditangani KPK saat ini.
Sebuah konsekuesnsi kerusakan, saat seseorang meraih jabatan dengan menggunakan hartanya. Seperti halnya dalam kaidah jual-beli karena dia telah mengeluarkan sekian banyak rupiahnya, maka ia pun harus mendapatkan lebih banyak saat telah menjabat. Jika orang yang seperti itu diberi gelar khusus maka ada yang lebih dari itu. Yaitu orang yang mendapatkan posisi karena jerih payah orang lain dan tidak ada dari hartanya yang dikeluarkan kemudian daya rusaknya sama dengan mereka yang mengeluarkan hartanya guna merengkuh suatu jabatan. Entah gelar apa yang tepat untuk orang yang seperti ini. Oleh karena itu jabatan tidak jauh lepas dari uang. Dengan harta dan uang mereka cenderung membeli jabatan, dan dengan jabatan mereka dapat mengeruk harta.
Mereka yang punya sifat seperti ini mungkin namanya lebih dari serigala. Karena sifat serigala hanya merusak sekawanan kambing, sebaliknya manusia bisa menghancurkan sistem sebuah negara dan menyebabkan kemiskinan terstruktur. Setelah itu semua, agama pun bisa dirusak oleh kerakusan terhadap harta dan jabatan. Karena bahkan agama pun bisa dimangsanya dengan cara dijual ayatnya, ditunggangi nama besarnya, ditumbalkan, diabaikan. yang penting harta dan jabatan didapatnya.
Maka dia telah berubah menjadi manusia serigala yang sangat rakus dan berbahaya.
Mereka yang cari muka untuk menggapai harta dan kekuasaan memang cenderung tidak lagi memegang etika. Kita tahu memang banyak yang jatuh akibat harta dan jabatan. Karena keduanya sesuatu yang sangat menggiurkan bagi manusia. Sebab di situlah terdapat kemasyhuran, ketenaran, kehormatan, dan kemapanan sosial ekonomi. Sebab tidak jaraang ambisi seseorang terhadap harta dan kekuasaan akab menutupi akal sehatnya. Bahkan bisa meredupkan keimanannya.
Pada saat ini kita justru kesulitan memilih pemimpin yang memang benar-benar mampu dan memiliki integritas. Kecenderungan mereka yang akan mendapatkan kekuasaan tidak memiliki intergritas apalagi mau jujur. Kekuasaan selalu didapatkan dengan memfitnah pihak lain. Ketika amanah itu tidak berlabuh kepada dirinya, justru akan menyalahkan pihak lain dan menganggap dirinyalah yang benar dan dia juga mengaku dicurangi. Sungguh manusia tidak menyadari jika ada kelemahan. Ketidaksadaran ini juga menimbulkan sikap nganar dan tidak punya visi sebagai pemimpin yang seharusnya memperjuangkan dan menegakkan kebenaran.
Pada dasarnya permasalahan bukanlah pada jabatan atau kepemimpinan itu sendiri, akan tetapi pada cara untuk mendapatkannya. Sah saja jika seseorang ada keinginan dan meyakini mampu menduduki jabatan dan memimpin. Tapi tentu saja cara mendapatkannya haruslah dengan cara yang benar. O
Prihatin
Keprihatinan
PRIHATIN, suatu sikap menyatakan belas kasihan terhadap suatu kondisi. Secara etimologi, makna prihatin barangkali dari kata perih dan ati, yang berarti: hatinya pedih. Hatinya sedang pedih karena pengalaman hidup ekonomi yang berat. Orang-orang Jawa mempunyai kebiasaan puasa senin kamis untuk prihatin atau olah rohani (askese) supaya kuat menghadapi hidup yang tidak mudah. Nenek moyang kita telah mengalami sendiri (Zaman Belanda-Jepang-Revolusi-Orde Lama) bagaimana hidup prihatin. Hidup mereka ‘serba terbatas’ bahkan harus mengikat pinggang supaya mampu bertahan hidup. Kondisi saat ini, rakyat diminta prihatin, tetapi para elitnya hidup dengan fasilitas dari negara yang sudah tersedia.
Memasuki bulan Ramadhan tahun 1434 Hijriah bagi umat muslim tentu saja satu sisi begitu menggembirakan. Karena pada bulan ini umat muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Pada bulan yang penuh keberkahan dan pengampunan ini tentu saja adalah bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam. Karena saat bulan inilah, umat islam dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada sang Khalik.
Tapi pada satu sisi lain, memasuki bulan Ramadhan tahun ini, umat Islam sungguh masuk dalam keprihatinan. Dengan keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah memberikan dampak multyplier effect. Akibat kenaikan BBM telah berdampak terhadap kenaikan barbagai sector dan kebutuhan strategis lainnya. Telah terjadi kenaikan transportasi, kenaikan bahan makanan, kenaikan biaya jasa-jsaa dan lan-lain. Kesemuanya itu makin memberatkan bagi umat Islam yang pendapatannya sebagai posisi seorang buruh. Dengan kenaikan harga-harga yang begitu melambung, tidak seimbang lagi dengan jumlah pendapatan yang diterima per bulan. Dengan kondisi kenaikan harga-harga akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini idealnya gaji karyawan naik sampai 20-30 persen. Akibat menurunnya pendapatan riil saat ini, benar umat muslim menjalankan puasa dalam keprihatinan.
Dengan kondisi prihatin demikian, tentu saja tidak ada plihan lain dalam menyiasati kondisi yang serba kekurangan ini.
Faktor kesulitan ekonomi dengan kondisi ekonomi global yang memang belum mampu memberikan kesejahteraan lebih layak mengakibatkan secara umum kesulitan mendapatkan income yang mampu memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Tentu saja keprihatinan ini bukan hanya dari fator ekonomi. Beberapa negara Islam di Timur Tengah sedang mengalami krisis politik yang tentu saja akan mempengaruhi tingkat keprihatinan umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa. Perebutan kekuasaan di Mesir menunjukkan telah membuat krisis di negara itu, tentu saja yang menjadi korban adalah umat Islam. Di belahan bumi Aceh, umat Islam sedang dirundung duka akibat gempa bumi.
Di tengah keprihatinan begini, tentu saja kita tidak menyalahkan siapa-siapa. Justru dengan kekuatan iman dan puasa yang pada dasarnya pengendalian diri, semoga melalui pertolongan yang maha kuasa dapat mengangkat derajat umat islam yang dilanda keprihatinan saat ini.
Apalagi dalam ibadah puasa setidaknya terdapat tiga pesan yang melekat, yaitu: Pertama: kita diajak untuk menghayati kemahahadiran Tuhan. Betapa kita merasakan kedekatan Tuhan, sehingga dimana pun, kapan pun kita berada, sanggup menahan diri untuk tidak makan dan minum, meskipun lapar dan haus semata-mata karena kepasrahan kita pada-Nya, bukan karena siapa pun selain Dia. Sewaktu berpuasa, kalau saja mau, kita yakin sekali, betapa mudahnya menipu orang lain dengan cara berpura-pura puasa tetapi kita yakin Tuhan tidak mungkin dikelabui. Dua: dengan kesanggupan menunda kenikmatan jasmani yang bersifat sesaat, sesungguhnya kita telah melakukan investasi kenikmatan yang lebih agung dan sejati di hari depan. Dalam bentuknya yang amat sederhana adalah kenikmatan di waktu berbuka puasa. Ketiga: di samping puasa mengajarkan untuk berpandangan hidup ke masa depan (future oriented), puasa juga mengajarkan kita untuk menumbuhkan dan mempertajam kepekaan sosial yaitu berbagi rasa dan berempati dengan derita orang lain. Perintah mengeluarkan zakat fitrah di pengujung bulan Ramadhan secara fungsional dan simbolik mencerminkan adanya sasaran sosial yang hendak diraih dengan melakukan ibadah puasa, yaitu sebuah komitmen moral dan keprihatinan sosial untuk mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.O
Kepercayaan
Kalau sudah percaya, semuanya tidak berdaya membatasinya. Diawali dengan rasa kepercayaan juga, orang akan rela memberi semuanya. Begitu penting rasa percaya ini. Tidak bisa dipungkiri, ketika kepercayaan menjadi keniscayaan maka tentu saja kepercayaan harus dijaga. Apalagi ingin menjadi orang yang terpercaya. Artinya dari kepercayaan mampu memberikan keyakinan kepada orang lain.
Untuk mendapatkan kepercayaan perlu kemampuan meyakinkan pihak lain. Sama halnya ketika Sumsel untuk mendapatkan kepercayaan sebagai tuan rumah SEA Games 2011. Ketika Sumsel menjadi tuan rumah PON XVI tahun 2004. Dengan berbagai berbagai alasan yang bisa meyakinkan adalah kunci dalam mendapatkan kepercayaan itu.
Satu lagi kepercayaan pemerintah pusat kepada Pemprov dan masyarakat Sumsel terkait event internasional yang bakal dihadiri puluhan negara asing yaitu pelaksanaan Islamic Solidarity Games (ISG). ISG yaitu pesta olahraga negara yang tergabung negara-negara yang penduduknya mayoritas Islam dari peserta negara-negara OKI.
Ada beberapa aspek dalam melihat sudut pandang soal dilaksanakannya ISG di Sumsel. Tentu saja bentuk penunjukan ini adalah suatu kepercayaan, yang tidak mudah didapat. Kepercayaan ini menandakan bukti keberhasilan Sumsel menyelenggarakan even pesta olahraga Asia Tenggara.
Aspek pertama, tentu saja karena pengalaman Sumsel yang telah sukses menyelenggrakan SEA Games. Bayangkan dari 33 Provinsi Sumsel menjadi provinsi yang dipercaya dari awalnya adalah Riau sebagai tuan rumah kemudian Jakarta, tapi akhirnya kepencayaan itu diebrikan Indonesia ke Sumsel. Tidak salah jika dikatakan Sumsel untuk Indonesia. Pelaksanaan SEA Games telah membuktikan kepada dunia ternyata panitia lokal dan komitmen pemerintah dan masyarakat daerah mampu membawa Indonesia lke kanca internasional, bahkan saat SEA Games Indonesia kembali meraih juara umum. Oleh karena itu tidak aneh jika akhirnya pilihan pemerintah pusat menunjuk dan mempercayakan ke Sumsel sebagai tuan rumah ISG.
Aspek kedua, karena kelengkapan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) local yang sudah terbukti mampu menyelenggarakan event kelas internasional. Kawasan Jakabaring Sport City (JSC) menunjukkan bukti nyata yang telah dilakukan oleh Pemprov Sumsel dan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin. Artinya dengan kelengkapan venue mungkin tinggal perbaikan sedikit-sedikit. Venue-venue di JSC setelah digunakan pada SEA Games, sudah berkali-kali even internasional digelar. Sumsel menjadi tuan rumah South Sumatera Waterski and Wakeboard 2013 yang diikuti peserta dari 27 negara dan dibuka 5 Mei 2013.
Di JSC pernah digelar kejuaraan Voli pantai bertaraf Internasional, kali ini kejuaraan Voli pantai yang bertajuk South Sumatera Governor Cup Beach Volley Ball International Tournament, di gelar di Venue Volly Pantai yang ada di Jakabaring Sport City (JSC), pada tanggal 19-22 April. Intinya kegiatan ini untuk mempromosikan Sumsel, dan untuk memanfaatkan fasilitas olahraga yang ada agar tidak terbengkalai, pasca kegiatan Sea Games 2011 lalu.
Aspek ketiga, sudah tentu karena keamanan di Sumsel lebih kondusif. Artinya, walaupun tingkat dinamika politik terdapat gesekan-gesekan, namun secara umum keamanan di Sumsel lebih kondusif. Keamanan dipastikan menjadi pertimbangan dari pemerintah pusat menetapkan Sumsels ebagai tuan rumah ISG.
Faktor yang tidak kalah penting adalah keberanian pemimpin Sumsel, ada tradisi keberanian dalam mengambil keputusan dari Gubernur Alex Noerdin. Sejak Sumsel mengajukan diri menjadi tuan rumah PON XVI melalui Gubernur H Rosihan Arsyad sampai ke Alex Neordin menjadi tuan rumah SEA Games. Ini menandakan ada keberanian dan ingin menunjukkan pengabdian yang lebih tidak sekadar melakanakan tugas Gubernur, tetapi lebih dari itu berbuat untuk kepentingan bangsa dan negara. Dengan modal keberanian dalam mengambil keputusan itu paling tidak memberikan energi positif atas kepercayaan Sumsel menjadi tuan rumah ISG. O
Andaikan Saya
Walikota Palembang
SEANDAINYA pada Minggu, 21 Juli 2013 saya yang resmi dilantik menjadi Walikota Palembang 2013-2018. Terus teras, saya juga tidak enak hati ketika mengingat keterpilihan saya masih menyisahkan kegalauan. Tapi hal itu mungkin tidak penting. Faktanya, saya sudah resmi jadi walikota. Ucapan bunga papan telah mengelilingi rumah dinas, bahkan meluber sampai jelan-jalan protokol lain. Belum lagi ucapan selamat di koran-koran dan foto saya pun sudah terpampang di sana. Mau apa lagi saya.
Sekali lagi seandainya saya yang menjadi walikota saat ini, pertama saya tidak akan lama-lama untuk menikmati masa euforia. Segara saja bunga-bunga papan yang di pinggir jalan dibersihkan. Mengingat saya terpilih menjadi walikota bukan suara mutlak dari rakyat Palembang. Sedikit banyak ada campur tangan Mahkamah Konstitusi (MK). Saya minta bunga-bunga segera dibersihkan, dan saya akan focus untuk bekerja. Mungkin bekerja yang standar seperti mempercantik kota Palembang atau pun meningkatkan kebersihan termasuk memperbanyak lampu taman dan kota. Mungkin kerja seperti itu sangat standar dan biasa-biasa saja. Tentu saja program yang biasa tetap akan dilakukan seperti pentaan kota termasuk pasar-pasar tradisional dan kebijakan transportasi dalam kota. Di balik itu justru saya akan memikirkan kerja yang saya lakukan dapat menjadi legend bagi sejarah kepemimpinan Palembang pada masa mendatang. Oleh karena itu saya tidak akan menambah istri ataupun untuk tergoda dengan perempuan lain, yang justru membuat tidak fokus dalam bekerja melaksanakan amanah rakyat melalui keputusan MK ini.
Melalui dukungan dari DPRD Palembang, saya akan membuat kebijakan yang luar biasa untuk Palembang.
Saya akan menjadikan kota Palembang sebagai kota modern, akan tetapi tidak meninggalkan karakter lokal Palembang. Kota Palembang akan menjadi kota yang berbeda dengan kota-kota lain.
Program prioritas pertama, saya akan memprogram refungsionalisasi anak-anak sungai yang mengalir di dalam Kota Palembang. Sungai Musi yang menjadi ikon Kota Palembang dan Sumsel umumnya akan saya prioritaskan dalam program percpatan pembangunan. Refungsi sungai-sungai kecil ini, tentu saja memerlukan dana besar. Tapi ini keputusan penting yang benar-benar akan memberikan legend bagi Kota Palembang. Dengan berfungsinya sungai-sungai ini, maka saya memfungsikan angkutan sungai. Angkutan sungai ini juga sebagai modal dalam menarik turis dalam memajukan pariwisata di Kota Palembang. Saya tahu tidak mudah untuk membuat kebijakan refungsi anak-anak sungai ini. Tapi paling tidak saya akan bikin satu pilot proyek terlebih dahulu, bagaimana satu aliran anak sungai bisa berfungsi dan akan kelihatan bersih. Jangan samapi anak sungai ini tetap menjadi sarang sampah dan menjadikan kota Palembang kumuh. Mungkin salah satu sungai yang dipilih yaitu Sungai Sekanak. Saya pikir dengan membuat kebijakan yang tidak biasanya ini justru akan menjadikan Kota Palembang menjadi berbeda dan akan terkenal karena keberhasilan dalam menangani salah satu problem di kota-kota besar di Indonesia saat ini.
Prioritas kedua, saya akan membangun dan menata jalan dalam kota untuk pengguna sepeda. Dengan menyediakan ruang publik untuk pengguna sepeda, maka saya akan membuat kebijakan dengan mewajibkan menggunakan sepeda. Jika jalan-jalan utama khusus menyiapkan bagi pengguna jalur sepeda, saya yakin publik Palembang akan menggunakan sepeda. Dari anak sekolah sampai merekan yang bekerja dapat menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Kebijakan ini sangat banyak manfaatnya, selain tentu saja akan menyehatkan warga juga akan mengurangi polusi dan mengurangi volume kendaraan di jalan raya. Dengan membuat jalur khusus sepeda yang nyaman dan lebih luas, saya yakin Palembang akan menjadi ikon baru sebagai kota yang menggalakkan bersepeda. Tidak mudah untuk keluar dari maintream selama ini. Tetapi dengan keputusan dan kebijakan ini saya yakin dapat diimplementasikan.
Menurut Ripley dan Franklin, implementasi adalah apa yang terjadi sesudah undang-undang di tetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menuju pada sejumlah kebijakan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil yang diinginkan oleh pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh berbagai aktor yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.
Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin (1986: 12) didasarkan pada tiga aspek, yaitu pertama, tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang, kedua, adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; serta ketiga, pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua program yang ada terarah. Mungkin saya akan berpatokan pada teori Ripley dan Franklin dalam melaksanakan program ini. O
Selasa, 29 Januari 2013
Kau Hancurkan
Firdaus Komar
Wartawan
Mengapa Kau Hancurkan?
SAYA tercengang mendengar cerita mereka yang kuliah, kemudian ada yang menawarkan jasa pembuatan skripsi dan tesis. Belum lagi ada mafia pembuatan ijazah aspal (asli tapi palsu). Dengan kejadian itu, orang tidak perlu kuliah, tidak perlu belajar cukup dengan membeli ijazah. Akibatnya yang dikejar ijazah, tidak ada lagi kompetisi dan kreativitas untuk memunculkan ide-ide dalam pergumulan dalam proses pendidikan. Toh yang dikejarnya hanya selembar ijazah, ternyata ijazah gampang diperoleh.
Betapa bobroknya moral anak bangsa kita. Mengapa kau hancurkan ini? Mereka telah menghancurkan sendi-sendi dunia pendidikan. Suatu dunia yang seharusnya tetap mempertahankan nilai-nilai etika, kejujuran, nilai-nilai idealisme. Kini semuanya terbongkar, jungkir balik, bak sirkus yang menjadi tontonan dunia. Dengan kondisi pendidikan yang demikian parah, terdapat korelasi ketika produk pendidikan ini memiliki kekuasaan, yang saat ini memegang tampuk jabatan penting.
Bukankah produk ini juga yang cenderung berperilaku korupsi, mengabaikan etika publik, dan tidak lagi memiliki nilai-nilai atau pun malu dengan diri sendiri. Mungkin juga sangat pantas dikatakan tidak punya iman lagi. Semua tingkatan dalam perilaku organisasi menjadi sebuah mafia. Di Senayan ada mafia anggaran. Mau masuk anggaran, ada mafia yang siap sogok, siap suap sana sini. Dalam proses peradilan juga ada mafia hukum. Mau hukuman ringan, mau hukuman berat, atau mau bebas hukuman. Semuanya dapat dipesan diorder ibarat pesan makanan. Ada tingkat harga dan barang. Begitulah lingkaran setan yang tidak habisnya, ketika pejabat berkeinginan membenahi sistem pendidikan kita tidak pernah bisa, karena yang mau membenahi ini juga termasuk dalam lingkaran mafia yang juga produk dari sistem pendidikan yang makin terpuruk tadi.
Pertanyaannya siapa dan mengapa dihancurkan? Dengan kondisi demikian, bangsa kita yang memiliki nilai-nilai budaya yang begitu tinggi apa tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan buruk. Mengapa Finlandia dan Korea mampu menjadi memiliki peringkat sistem pendidikan terbaik dunia. Apakah pemimpin sudah buta, ketika harus belajar dari luar.
Inilah yang menyedihkan! Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, sistem pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Tempat pertama dan kedua ditempati Finlandia dan Korea Selatan, sementara Inggris menempati posisi keenam.
Peringkat itu memadukan hasil tes internasional dan data, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan, peringkat disusun berdasarkan keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru dan memiliki ‘budaya’ pendidikan.
Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan, seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Dengan peringkat berdasarkan status tinggi pada guru dan memiliki budaya pendidikan. Dua item ini menjadi catatan hitam bagi kita. Laporan itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut guru terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji. Bagaimana mungkin kita akan menghasilkan guru berkualitas, jika guru bukan berada dalam status kelas nomor wahid. Bayangkan dari input, yang masuk sekolah guru cenderung bukan dari pilihan dari mereka yang memiliki kualitas. Mereka kalah dengan orang mau menjadi dokter, mau menjadi sarjana teknik, atau sarjana ekonomi.
Terhadap mereka yang menghancurkan sistem ini dan terhadap mereka masih berpura-pura berjuang mengatasnamakan untuk kemajuan pendidikan, ternyata tidak ada kejujuran dan tidak ada keikhlasan. Tolong pendidikan jangan dipolitisir, tapi pendidikan perlu kebijakan politik ya. Tentu kebijakan yang tanpa kepentingan politis, kebijakan yang mengedepankan kepentingan pendidikan itu sendiri. Peningkatan SDM anak bangsa. Mulai dari mana kita memperbaiki sistem pendidikan ini? Kapan kita akan sejajar dengan Finlandia yang telah dinobatkan menjadi peringkat pertama dalam sistem pendidikan. O
Mau Enaknya
Harmonika
Firdaus Komar
Wartawan
Mau Enaknya!
SAAT ditanya apa yang masih membuat Anda bangga hidup di Indonesia? Kita menjawab negeri Indonesia kaya dan dengan budaya yang beragam! Kekayaan yang mana? Mengapa kekayaan kita hanya didikmati segelintir orang. Orang tertentu yang mendapat akses dengan pejabat dan aparat! Kita bangga dengan dengan kebudayaan yang beragam, unik! Tapi sayang kebijakan soal membangun budaya ini belum menjadi hal utama bagi pemerintah.
Lantas apa yang menjadikan kita bangga? Nyaris anak negeri ini tidak lagi punya kebanggaan. Hampir semua yang kita miliki sudah ‘tergadaikan’. Utang luar negeri yang menjerat sampai kepada cucu kita nanti. Bukankah negeri kita pun tergadaikan di saat-saat kita tidak mandiri, daya saing rendah, peringkat pendidikan terendah di dunia. Apalagi yang mau kita jual?
Ketika anak-anak tidak ada pilihan lain. Sistem yang memaksa dengan kondisi anarkis yang amburadul makin membuat anak-anak kehilangan arah. Kaum terdidik pun tidak mau untuk belajar keras dan kerja keras. Karakter malas mengakibatkan menjadi mau enaknya aja!
Kekhawatiran itu muncul, ketika faktor kemalasan menjadi alasan masuk dalam perangkap hedonisme dan materialisme. Inilah muara kungkungan neokolonialisme.
Tentu saja diperlukan dukungan kebijakan untuk tidak terperosok ke dalam perangkap neokolonialisme. Fenomena neokolonialisme cenderung mencerabut nilai-nilai budaya lokal. Betapa neokolonialisme sudah merasuk ke dalam sum-sum dan sendi-sendi masyarakat kita. Dari pakaian, aksessoris, makanan, sampai kepada perilaku yang mengutamakan kekuatan merek. Merek asing telah menjerembab perilaku gaya hidup yang kadang-kadang tidak substansial. Contoh saja di Kota Palembang, baru-baru ini didirikan gerai kuliner sejenis donat. Waw… luar biasa baru-baru buka sampai-sampai memacetkan jalan. Saya juga heran, apa yang menjadi istimewa makanan sejenis donat ini. Saya tidak tertarik untuk mampir dan membeli donat itu bukan saya tidak suka donat. Tapi inilah saya pikir, mengapa saya harus dijajah lewat makanan oleh pihak asing. Justru saya masih bangga dengan istilah donat kampung buatan ibu-ibu yang dijual keliling kampung. Donat dengan gula halus, terasa lebih gurih dan membanggakan sekaligus membangkitkan ekonomi rakyat.
Bila kita keliling tanah air pandangan mata tidak akan lepas dari logo-logo kuliner asing di tepi jalan, baik di kota besar, sedang, bahkan juga kota kecil. Di antaranya Kentucky Fried Chicken/KFC, Pizza Hut, Mac Donald dan lain-lain. Kita dapat menebak apakah itu sebagai wujud neo-kolonialisme dalam bidang kebudayaan, atau ekonomi?
Keduanya bisa dijawab. "Kalau Anda setuju" baik kebudayaan maupun ekonomi. Menikmati kuliner asing ketimbang kuliner asli, bagi yang menyukainya membawa rasa bangga tersendiri. Merasa lebih tinggi gengsinya, dibandingkan dengan makan di warung gado-gado, pecal, nasi uduk atau bubur ayam.
Tentu saja masih ingat slogan Bung Karno yang terkenal dan hingga kini tetap dikagumi. "Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan." Slogan itu dicetuskan untuk menghadapi apa yang disebut Bung Karno sendiri sebagai neo-kolonialisme.
Menurut Bung Karno, kolonialisme dalam bentuk barunya tidak lagi berupa kolonisasi secara militer, tapi juga dalam bidang politik, ekonomi dan kebudayaan dengan cara-cara yang lebih halus. Itulah yang disebut neokolonialisme. Kita masih dapat mencamkan pesan Bung Karno itu dengan konteks sekarang.
Kalau kita perhatikan kecenderungan menikmati kuliner asing sudah merupakan kebudayaan baru bagi sebagian orang Indonesia. Itulah segi budayanya. Dari aspek ekonomi, dipastikan setiap potong daging ayam atau donat merek asing yang dimakan, sudah tentu akan menambah kocek perusahaan-perusahaan kuliner internasional yang pusatnya entah di AS atau salah satu negara besar di Eropa. Apa boleh buat, bisa saja kita berpendapat peringatan Bung Karno sekian puluh tahun yang lalu itu benar. Dari segi ini neokolonialisme bidang ekonomi dan kebudayaan telah menyerbu rumah kita, entah melalui serambi depan atau belakang.
Kita cukup khawatir generasi yang akan datang, makin meninggalkan budaya-budaya asli yang sebenarnya memiliki bobot dan kualitas. Mungkin saja pada generasi akan datang tidak kenal lagi mau kong-kow ke warung gado-gado, pecel, atau loteks. Mereka lebih suka ke kuliner asing yang menyediakan hotspot 24 jam dan bukanya pun 24 jam. Menghadapi tantangan ini, sebenarnya kita tidak bisa menyalahkan juga pada tataran kebijakan bisnis. Pengusaha dan pemerintah perlu juga mendorong membuka gerai-gerai makanan khas Indonesia dengan fasilitas yang tidak kalah tentu saja. Oleh karena itu sangat penting membuat gerai-gerai yang lebih nyaman dengan makanan khas lokal Indonesia. O
Kiamat
Firdaus Komar
Wartawan
HEBOH soal kiamat mau datang sejak lama. Kiamat dikatakan akan terjadi pada 2012. Siapa yang bisa memprediksi hari kiamat? Tapi rumor kiamat telah menjadi pembicaraan manusia di muka bumi ini. Tak heran banyak sekali tingkah aneh manusia di dunia terkait menghadapi akan berakhirnya dunia ini. Kiamat sangat erat hubungannya dengan keyakinan atau keimanan seseorang. Jangan menghadapi kiamat, mati pun memang manusia harus siap menghadapinya. Satu kata kunci, kiamat memang akan terjadi. Tapi tidak tahu kapan kejadian itu. Dalam rukun iman dalam Islam mengenal dengan iman atau percaya pada hari akhir. Inilah yang dimaksud dengan akhir dari kehidupan di dunia.
Tapi kiamat dalam rumor berkembang saat ini adalah bertepatan dengan berakhirnya kalender hitung panjang Suku Maya. Anehnya ada-ada saja perilaku manusia menghadapi rumor kiamat 21 Desember 2012, yang bertepatan dengan berakhirnya kalender hitung panjang (long count) Suku Maya tersebut. Masih ingatkan, kita menyaksikan saat-saat mengulang kembali kepanikan massal sebagian penduduk bumi saat menghadapi Y2K, menjelang pergantian milenium, tahun 2000 lalu. Isunya pada waktu itu, akan terjadi perubahan dalam angka nol, karena kembali ke tahun 2000.
Menghadapi kiamat seorang penduduk Desa Qiantun, Liu Qiyuan (45) menciptakan sebuah bola raksasa anti-tsunami yang diyakini bisa menyelamatkan dirinya saat kiamat tiba.
Mantan petani dan pembuat perabot rumah tangga itu merancang "perahu Nuh" berbentuk bulat itu untuk tahan menghadapi tsunami dan gempa bumi dahsyat.
Bola raksasa itu dibuat dari bahan gelas fiber yang melapisi kerangka baja. Pembuatan bola anti-kiamat ini memakan biaya 30.000 poundsterling atau sekitar Rp 465 juta. Bola itu dilengkapi tangki oksigen, makanan dan air bersih.
"Bola ini akan tahan meski dihantam gelombang laut setingg 1.000 meter. Ini seperti bola ping pong. Kulitnya mungkin tipis, tapi bisa menahan banyak tekanan," kata Liu di bengkelnya yang berjarak satu jam dari ibu kota Beijing.
Di Siberia, isu kiamat telah merenggut korban jiwa: seekor kucing. Binatang malang itu disiksa dan dibunuh dua penderita skizofrenia, yang mengaku membutuhkan sembilan nyawa agar selamat dari kiamat.
Pelaku, saudara kembar berusia 43 tahun yang tak disebutkan namanya yakin, mereka adalah "alien". Konon, pesawat luar angkasa mereka telah pergi dari Bumi, untuk melarikan diri dari kiamat. Namun malang, mereka tertinggal. Pihak Kepolisian Novokuznetsk menjelaskan, itulah yang membuat mereka merasa perlu mengambil langkah altenatif, menghabisi sembilan nyawa.
Tak hanya itu, si kembar yang mengunjungi Novokuznetsk untuk menemui orangtua mereka, membarikade diri di sebuah apartemen. Semua cermin, juga TV dipecahkan. Alasannya, dalam benda yang memantulkan bayangan, tersembunyi setan.
Saat ibu mereka yang sepuh ingin kabur, tak tahan menghadapi tindakan tak waras itu, pelaku menariknya hingga perempuan malang itu terjatuh dan kakinya retak. Suara ribut dan teriakan sang ibu membuat para tetangga memanggil polisi.
Namun, tak ada sanksi hukum bagi kedua pelaku. Mereka dinyatakan sakit jiwa dan harus mendapatkan perawatan di RSJ.
Masih di sekitar Rusia, seorang mahasiswa asal Dnipropetrovsk, Ukraina, Andrei Iltchenko tahu pasti apa yang harus dilakukan jelang "kiamat".
"Kami membeli makanan dan alkohol untuk menyambut kiamat. Lalu turun ke bunker kami," kata dia seperti dimuat situs BD Live. Iltchenko mengaku siap membuat "perjamuan terakhir" di bunker peninggalan era Uni Soviet.
Sementara itu, penduduk kota Omutninsk di Rusia yang panik menguras barang-barang di toko, menyusul laporan sebuah media lokal tentang antisipasi "koniec sveta", kiamat dalam bahasa Rusia. Setelah diusut, editor koran itu ternyata lupa menyebut, tak perlu menanggapi serius artikel itu.
Apa yang terjadi di Kota Dolgoprudny, dekat Moskow bahkan lebih parah. Seorang pria 19 tahun yang kebingungan soal isu kiamat, menghajar empat orang dengan barbel, salah satu korbannya adalah anak berusia tiga tahun yang dilaporkan koma.
Lainnya justru memanfaatkan kiamat untuk bisnis. Di Kota, Tomsk, Siberia, produk peralatan darurat laris manis. Dijual seharga US$ 30 atau sekira Rp 288 ribu, pembelinya akan menerima ransum makanan, lilin, korek api, sabun, dan permainan untuk menghibur diri saat kiamat terjadi.
Demikian fenomena umat di muka bumi menghadapi kiamat telah membawa korban. Ketidaktahuan dalam bingkai pengetahuan tentang kiamat, telah membuat kacau-balau. Perlu dipahami satu keyakinan itu muncul dipastikan berawal dari keraguan. Keraguan akan memunculkan pertanyaan untuk mencari sebuah jawaban. Satu jawabannya adalah bermuara kepada keyakinan dalam beragama. Karena agama akan menjawab dari keraguan umat di bumi ini. O
Tersakiti
Firdaus Komar
Harmonika
Tersakiti
MEMBICARAKAN isu perempuan memang tidak ada habisnya. Seiring makin tuanya zaman dan sudah diisukan akan kiamat, membahas perempuan tidak ada habisnya. Isu gender juga melekat berkaitan dengan pembagian peran antara perempuan dan laki-laki. Di Indonesia tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu secara nasional. Ibu menggambarkan sosok perempuan dalam melakukan peran saat menjadi ibu. Karena posisi sebagai ibu, seorang perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab besar. Bukan hanya fungsional secara bilogis yang dimiliki perempuan yaitu menstruasi, hamil, dan melahirkan. Tetapi kadang-kadang di luar kodrati dan secara tradisi tugas perempuan tidak hanya melakukan ketiga hal kodrati. Tradisi yang cenderung menempatkan perempuan dalam posisi sub-ordinasi di bawah laki-laki. Padahal dalam melaksanakan peran, tugas, tanggung jawab, dan fungsi di luar kodrati merupakan konsesi yang dapat dinego antara perempuan dan laki-laki. Di luar kodrati yaitu, menentukan keputusan dan pilihan dari ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan serta termasuk kehidupan seksks antara perempuan dan laki-laki seharusnya memiki kesamaan hak dalam mengatur dan menentukan pilihan. Ya ibarat dalam musyawarah, dalam proses pengambilan keputusan perlu win-win solution. Artinya keberimbangan dan keselarasan perlu dijaga. Ibarat dikata, perempuan itu bekerja di rumah dari matanya bangun tidur sampai mata suami tidur lagi. Hal ini menggambarkan betapa tugas dan pembagian peran dilakukan oleh perempuan. Saya masih ingat di desa, betapa pekerjaan perempuan dari dinihari telah bangun dan berada di dapur sampai menyiapkan makanan dan minuman. Bandingkan suaminya, bangun tidur mandi kemudian langsung menikmati makan dan minum. Urusan penyiapan sarapan pagi sudah selesai ditambah urusan anak sekolah kemudian belum lagi mencuci pakaian. Mungkin saja perempuannya ikhlas dalam melaksanakan peran demikian, lantas apakah dasar ikhlas itu memang sudah tradisi atau karena hegemoni laki-laki?
Kita tidak menutup mata ada juga sosok ibu jauh dari gambaran ideal yang diharapkan. Apa yang menjadi sosok ibu yang ideal. Media massa banyak kita baca sosok ibu yang tega membunuh anaknya, menganiaya hingga anak cedera dimana-mana, menjual bayinya, memberikannya pada pelacur, memperkerjakan anak dibatas kemampuannya tanpa memberikan haknya secara layak. Maka, bagaimana mungkin seorang ibu akan bisa mencetak generasi emas peradaban, jika sedikit sekali seorang ibu yang layak menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya. Bagaimana mungkin pula akan tercipta generasi yang bijak dalam menghadapi hidup, jika sososok ibu yang diharapkan ada di sampingnya selalsibuk dengan karir dan mengabaikan tugas utama bersama keluarga. Tentu saja kekuatan seorang ibu perlu didukung oleh laki-laki.
Satu sisi kita memberikan harapan bahkan menjunjung tinggi kehormatan ibu sebagai pencetak generasi andalan ini, jika seorang ibu lebih memilih dirinya disibukkan hanya dengan hal-hal yang hanya menunjang ekonomi keluarga, atau sekadar eksistensi diri dan pengakuan masyarakat saja. Oleh karena itu, tugas utama seorang ibu tetap dilaksanakan. Tentu saja perlu pembagian peran, tugas dan tanggung jawab bersama.
Bagaimana posisi laki-laki? Kasus Aceng Fikri (Bupati Garut, Jabar) yang menikah kilat dapat menjadi contoh. Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat Aceng adalah pejabat publik. Betapa kaum perempuan gampang dan tentu menjadi sosok perempuan yang tidak mampu menjadi panutan. Sama halnya ketika pejabat publik tertinggi di Kota Palembang juga berniat dan telah menceraikan istri pertamanya, dan diketahui sang pejabat telah kawin lagi dengan wanita lain menjadi istri mudanya. Kita tidak menyalahkan seseorang mau kawin lagi atau cerai lagi. Tapi yang lebih penting jangan sampai landasan menceraikan itu pada akhirnya terjadi kasus kekerasan rumah tangga dan tidak bisa menjaga dan menempatkan kehormatan perempuan. Apalagi hal itu dilakukan oleh pejabat publik yang memiliki peran penting dan bukan sembarangan.
Ada kecenderungan seseorang yang telah memiliki tahta, harta pada akhirnya yang selalu dicarinya adalah wanita. Rumus tiga ‘ta’ ini sering menjatuhkan seseorang tidak lagi menjadi referensi, tapi ketiga ‘ta’ ini juga yang dikejar. Seakan-akan beriring menjadi satu kesatuan, setelah mendapatkan tahta, harta, dan cenderung akan lebih gampang mendapatkan wanita. Karena satu kondisi yang memprihatinkan juga wanita tidak memiliki pendidikan yang cukup, kemudian terbelit dengan kemiskinan. Kecuali dengan cara kawin dengan sudut pandang tahta dan harta itu juga yang akan membuatnya jadi berharta. Mungkin bisa tampil ke publik dan bahkan dapat mengakses pendidikan dengan kuliah. Tapi pada sisi berbeda ada satu perempuan lagi yang tersakiti dan terjatuh. O
Ruang Kebahagiaan
Ruang Kebahagiaan
HARMONIKA
Firdaus Komar
Wartawan
PERTANYAAN yang selalu muncul. Apa yang dicari di dunia ini? Mungkin saja seseorang mencari harta yang banyak. Wajar saja, karena tidak ada larangan jika seseorang bercita-cita ingin jadi kaya raya. Kaya tentu saja dengan indikator yang sederhana dengan mengumpulkan harta banyak. Masalahnya harta yang dikumpulkan apakah diperoleh dengan cara yang halal dan juga digunakan untuk kebaikan bukan untuk maksiat. Lantas apakah dengan menumpukkan harta yang banyak seseorang sudah mencapai rasa kebahagiaan . Mungkin juga seseorang itu bahagia. Boleh jadi kebahagiaan itu sama-sama dirasakan dengan kelompok syetan. Karena biasanya syetan paling suka ada temannya. Selain harta mungkin juga orang mencari jabatan. Demi sebuah jabatan atau kekuasaan atau tahta seorang biasanya siap melakukan apa saja. Tidak peduli lagi dengan etika, hanya satu yang dipikirkannya untuk mendapatkan kekuasaan dan jabatan. Motivasi dan ambisi mendapatkan jabatan, tentu saja tidak ada larangannya. Lantas cara mendapatkan kekuasaan itu yang perlu dikritisi. Wajar saja jika kekuasaan perlu direbut, tapi untuk apa. Merebut kekuasaan tentu saja bukan untuk kepentingan dirinya atau golongannya saja. Apa yang terjadi ketika orang merebut kekuasaan yang dipikirkannya untuk melipatgandakan kekuasaannya. Apa yang terjadi betapa dahsatnya virus kekuasaan juga ada di Sumsel. Seorang kepala daerah tidak lagi malu, menginginkan istrinya atau anaknya untuk merebut kekuasaan lagi. Soal kapasitas building dan kemampuan kepemimpinan menjadi nomor sekian, tapi siapa yang memiliki akses kekuasaan dan uang itu akan lebih mudah mendapatkan kekuasaan. Lantas apakah mereka yang menikmati kekuasaan itu telah bahagia. Belum tentu. Seandainya Anda sudah menonton film Ainun & Habibie yang saat ini masih diputar di bioskop, betapa dalam film itu digambarkan kesulitan untuk mendapatkan waktu bersama dengan keluarga menjadi sulit, ketika Habibie setelah menjadi Menteri dan diangkat menjadi Presiden. Belum lagi ancaman dan godaan begitu terus menghampiri dari sebuah kekuasaan. Praktis Habibie yang sedang berkuasa tidur pun hanya satu jam. Kebahagiaan Ainun dan Habibie dapat menjaga integritas sebagai pejabat dan istri pejabat, ketika ada rekanan pengusaha yang memaksa untuk memenangkan perusahaannya. Suap berupa uang dan jam tangan ditolak mentah-mentah oleh Ainun. Dalam kondisi saat ini sosok tegas dan tegar seperti yang dilakukan Ainun sangat diperlukan. Jangan sebaliknya, justru istrinya yang makin menuntut dan menoleransi menerima suap. Sekelumit melalui lensa film, mungkin kebahagiaan diperoleh oleh Habibie dan Ainun, tapi benarkah demikian? Hanya Habibie dan Ainun yang bisa merasakan dalam ruang kebahagiaan yang dia miliki.
Walaupun klise bahwa ruang kebahagiaan tidak ditentukan berapa materi dan harta, tahta serta wanita yang dia miliki. Tahta, harta, wanita adalah satu sisi yang dapat memberikan inspirasi dan mencapai kebahagiaan dengan memenuhi ruang-ruang kebahagiaan. Tapi tiga ‘ta’ itu juga dapat menjatuhkan seseorang. Kasus Aceng Fikri dan beberapa pejabat yang nekat kawin cerai, bisa jadi dapat menjatuhkannya. Tapi dalam ruang bahagia, mungkin juga pejabat itu justru merasa bahagia ketika dalam pelukan wanita yang lebih muda.
Baru-baru ini diberitakan di Kompas, yang mengutip survei dari Gallup menunjukkan uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Itulah yang terlihat ketika warga negeri jiran yang kaya, Singapura, menempati urutan pertama di dunia sebagai yang paling tidak gembira dan positif dalam menjalani kehidupan.
Walaupun menempati urutan kelima negara dengan GDP perkapita tertinggi di dunia, mungkin terlalu banyak hal yang dipikirkan dan dikeluhkan warga Singapura.
Survei menunjukkan hanya 46% % warga Singapura yang menjawab merasa gembira dgan hidupnya. Persentase itu bahkan lebih rendah dari warga Irak dan Afganistan yang negaranya diporak-porandakan oleh perang. Sebanyak 50 dan 55% warga Irak dan Afganistan menyatakan hidup mereka bahagia. Artinya yang kita bayangkan, nyawa dalam ancaman, pada kenyataannya mereka bahagia.
Pertanyaan survei sendiri mencakup apakah memiliki tidur yang cukup dan nyenyak, apakah sering tersenyum atau tertawa, apakah memiliki banyak kegembiraan dalam hidup. Survei dilakukan di 148 negara pada 2011 di mana hasil survei baru dipublikasikan 19 Desember 2012. Negara Amerika Tengah, Panama menempati urutan pertama sebagai yang paling gembira dan positif. Sebanyak 85% responden negeri itu menyatakan merasakan hidup yang positif walaupun GDP perkapita mereka hanya berada di urutan 90 di dunia. Sementara itu, Indonesia sendiri berada di urutan ke-19 dengan 79% responden merasa gembira dan positif.
Survei ini sendiri mengundang reaksi di Singapura. Pakar ternama sosiologi dari National University of Singapore (NUS), Profesor Paulin Straughan meragukan hasil survei tersebut. O
Masih Adakah?
Firdaus Komar
Wartawan
SELALU pertanyaan itu muncul. Masih adakah yang bikin kita bangga di negeri ini? Sumber daya alam yang berlimpah selama ini menjadi kebanggaan bangsa kita, ternyata belum mampu mewujudkan kebanggaan anak negeri. Pengurusan dan kebijakan yang salah justru kekayaan SDA itu tidak membikin anak negeri menikmatinya. Memperjuangkan upah buruh yang standar saja sulitnya setengah mati. Kini pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL).
DI tengah iklim ekonomi yang morat-marit, sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan dan tingkat pengangguran yang makin tinggi, pada tahun baru 2013 rakyat kita dihadapkan dengan kondisi yang makin tidak mengenakkan. Salah satunya yaitu dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Bukan hanya TDL yang bakal naik, komponen lain juga hampir dipastikan akan naik. Banyak alasan untuk menaikkan komponen barang dan jasa lain, hal ini karena dampak domino akibat kenaikan TDL. Dengan alasan makin tingginya biaya produksi dan berbagai biaya lainnya akan mempengaruhi harga-harga yang lainnya. Di lain pihak upah buruh tidak mengalami kenaikan, bahkan kesejahteraan pekerja makin memprihatinkan. Terutama fasilitas Askes, Jamsostek, dan tingkat kesejahteraan lainnya yang tidak diperhatikan oleh pemilik modal atau pengusaha.
Tentu saja pada awal tahun 2013 adalah kabar yang kurang mengenakkan bagi sebagian masyarakat kita terutama dari keluarga kurang mampu alias miskin. Pemerintah mulai 1 Januari 2013 memberlakukan kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Saya jamin, barang-barang kebutuhan masyarakat pasti ikut naik. Jika TDL naik sebesar 15 persen, kenaikan kebutuhan masyarakat sudah pasti melebihi angka itu, bisa-bisa mencapai 30-40 persen.
Berkaitan dengan PLN tentu saja PLN memiliki hitung-hitungan karena selama ini PLN mengaku rugi dan ditambal dengan subsidi. Pertanyaan mengapa untuk menutupi masalah PLN ini, justru rakyat yang jadi sasaran. Bukankah dampaknya luar biasa, bisa-bisa akan menambah deretan rakyat di bawah garis kemiskinan. Mengapa pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang kreatif, bukan hanya bisa menaikkan harga saja. Kreatif dalam pengertian dapat meningkatkan income atau pendapatan negara dengan mengembangkan kebijakan ekonomi yang berbasis ekonomi rakyat. Selain itu sudah seharusnya pemerintah menjadikan Indonesia ini sebagai kawasan investasi dari negara luar. Dengan makin banyaknya investasi maka akan memberikan dampak terhadap perbaikan ekonomi rakyat. Investasi ekonomi produktif justru akan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tentu saja pilihan investasi ini juga harus dikembangkan dengan melihat beberapa indikator. Terutama bahan baku yang memang potensial di tingkat hulu, kemudian pasar di Indonesia saja sudah bisa menjamin dalam mengatasi problem pemasaran. Oleh karena itu kualitas produk dan jaminan pasar satu hal yang sangat penting.
Hal ini bisa dilakukan dengan oleh pemerintah dengan meningkatkan iklim internal kebangsaan kita, tentu saja modal utama yaitu kondisi aman yang kondusif sangat mendukung iklim investasi. Kedua kebijakan pemerintah sangat penting, agar dalam mendatangkan investasi bukan merugikan bangsa sendiri, justru sebaliknya bagaimana mendatangkan investasi itu akan memberikan benefit bagi negara dan rakyat.
Selain itu, di tengah ekonomi global yang sangat dahsyat maka tingkat kepercayaan rakyat kepada pemerintah satu syarat utama. Karena dengan modal kepercayaan yang tinggi, maka akan lebih mudah mengampanyekan dan mengajak rakyat untuk selalu mengonsumsi dan menggunakan produk dari karya anak negeri.
Dalam membangun kepercayaan diperlukan integritas, kejujuran, ketulusan, berkompetensi, pengetahuan dan kemampuan, loyalitas, serta konsisten antara tindakan yang dilakukan dari awal sampai akhir. Kepercayaan akan mulai timbul pada saat suatu relasi mulai terjadi dan kepercayaan tersebut akan mengalami perubahan secara konstan selama relasi tersebut terus terjalin.
\Kepercayaan merupakan sesuatu yang tidak mudah dikembangkan. Namun, yang sangat menyedihkan adalah kepercayaan itu sangat mudah untuk dihancurkan, terutama kalau ada pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja menggoyahkannya. Untuk itu selain memberikan kepercayaan kepada orang lain, kita tetap harus waspada dan hati-hati, karena kepercayaan mudah untuk dihancurkan
Buatlah kebanggaan bagi rakyat kita untuk menggunakan produk dalam negeri. Mungkin Korsel bisa dicontoh, bagaimana dari tingkat pemimpin hingga rakyat bangga menggunakan produk lokal. Misalnya saja dalam penggunaan mobil, betapa mobil produk Korsel merek Hyundai menjadi kebanggaan rakyatnya. Ini memang harus dilakukan oleh pejabat, menggunakan produk dalam negeri itu bukan pencitraan saja, tapi memang karena muncul rasa cinta sejati, cinta mati dengan produk anak negeri. O
Mengubur RSBI / SBI
Mengubur SBI/RSBI
Harmonika
Firdaus Komar
Wartawan
SEJAK tanggal 8 Januari 2013, tidak ada lagi yang namanya rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sejak itu, SBI dan RSBI telah dikubur. Pada hari itu Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencabut roh dari 1.300 RSBI seluruh Indonesia. Keputusan MK mengikat dan final tidak bisa ditinjau atau dikaji secara hukum lagi. Ada beberapa alasan yang membuat MK membatalkan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setidaknya ada tiga alasan utama yang digunakan MK dalam putusannya, yaitu diskriminasi perlakuan, kesempatan bersekolah, dan kebanggan atas budaya bangsa sendiri. Diskriminasi perlakuan, menurut MK, terjadi akibat pembedaan SBI/RSBI dengan sekolah lain.
Pembedaan tersebut menyangkut aspek sarana dan prasarana dan pembiayaan. Pembedaan perlakuan demikian bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah.
Mahkamah juga berpendapat program RSBI/SBI akan lebih banyak dimanfaatkan oleleh siswa dari keluarga kaya. Beasiswa hanya disiakan untuk menampung anak-anak sangat cerdas yang jumlahnya tidak banyak.
Dengan demikian anak-anak yang tidak mampu dan kurang cerdas tidak mungkin dapat bersekolah di SBI/RSBI. Padahal, pendidikan berkualitas seharusnya bisa dinikmati oleh semua dan sepenuhnya harus dibiayai oleh negara sebagaimana diamanatkan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945. Selain itu sekolah bertaraf internasional berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional. Berpotensi mengurangi jatidiri bangsa yang harus melekat pada setiap peserta didik, mengabaikan tanggung jawab negara atas pendidikan, dan menimbulkan perlakuan berbeda untuk mengakses pendidikan yang berkualitas sehingga bertentangan dengan amanat konstitusi.
Tentu saja dengan penghapusan SBI dan RSBI prinsip yang pertama jangan sampai merugikan anak didik. Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui program SBI atau RSBI dapat dipertahankan. Upaya menyeluruh pendidikan sebagai implementasi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan dengan acuan standar pendidikan sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menekankan pentingnya delapan standar pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Kematian RSBI dan SBI bukan berarti tidak bisa diambil beberapa nilai-nilai positif. Keberadaan sekolah yang selama menerapkan RSBI dan SBI dalam peningkatan kualitas memang perlu dipertahankan. Beberapa hal yang cenderung negatif adalah penentuan sumbangan sarana prasarana. Orangtua siswa diminta memilih sumbangan, tapi anehnya jumlah uang yang harus dibayar sudah ditentukan. Seperti yang terjadi di SMPN 1 Palembang. Pihak sekolah membentuk komite sekolah dalam suatu pertemuan singkat untuk memutuskan mengenai jumlah uang yang harus dibayar per siswa sebesar Rp4.000.000 dan SPP sebesar Rp300 ribu per bulan. Tentu saja dengan keputusan ini, pihak sekolah dapat saja mengembalikan kembali uang sarana dan prasarana itu. Jadi pertanyaan yang berkembang, ada satu item untuk membeli AC dan beberapa fasilitas di kelas seperti infokus dan proyektor. Bukankah tiap tahun membeli barang yang sama. Oleh karena itu yang paling penting uang sumbangan dari orangtua siswa dan bantuan dari pemerintah perlu diaudit. Jangan sampai terjadi bentuk-bentuk korupsi baru lagi.
Kita tidak menutup mata, beberapa roh positif RSBI dan SBI tetap bisa menjadi acuan.Misalnya penetapan standar kompetisi guru yang harus S2 kemudian standar penilaian kegiatan belajar yang minimal 80. Tentu saja ketentuan ini masih bisa dipertahankan dan dapat dilanjutkan. Mungkin saja roh negatif yang harus dibuang adalah ketentuan yang harus membayar mahal. Inilah yang sering dipelesetkan RSBI (rintisan sekolah bertarif internasional, bukan bertaraf). Oleh karena itu berbagai permintaan dana melalui komite sekolah harus dihilangkan. Walaupun ada dampak kepentingan dana, itupun dibicarakan dan orangtua siswa ataupun masyarakat bisa saja memberikan sumbangan ke sekolah dengan sukarela. Contoh positif yang dilakukan oleh Pemprov Sumsel dengan adanya SMAN Sumsel kerja sama Sampoerna Foundation, dimana sekolah bertaraf internasional itu tidak membebankan biaya kepada orangtua siswa. Ini yang namanya sekolah berkualitas, bertaraf internasional tapi dengan biaya pemerintah. O
Guyon
Berguyon
Firdaus Komar
Wartawan
SEKS bukan lagi urusan personal, ketika salah seorang anggota Komisi III DPR RI saat melakukan fit and proper test terhadap calon Hakim Agung Daming Sanusi.
Saat itu Anggota Komisi III dari Fraksi PAN, Andi Azhar menyampaikan pertanyaan ke Daming Sanusi. Kira-kira pertanyaan begini, bagaimana menurut Anda, apabila kasus perkosaan ini dibuat menjadi hukuman mati?"
Lantas Daming menjawab, yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati, jadi harus pikir-pikir terhadap hukuman mati. Jawaban Daming pun sontak mengundang tawa di ruangan. Namun jawaban yang tidak terduga itu berbuntut panjang. Kabanyakan orang mengecam atas jawaban Daming. Fragmentasi di ruang Komisi III itu jadi isu hot dan pembahasan di media-media.
Lantas Daming pun berdalih bahwa pernyataannya itu hanya untuk mencairkan suasana. Namun apapun alasannya, pemerkosaan bukanlah sebuah lelucon. Korban pemerkosaan adalah sangat pedih dan dipastikan merasa terpukul. Saya pun heran, makhluk seperti apa Daming Sanusi ini. Padahal kita tahu, kita semua lahir dari rahim ibu yang notabene adalah perempuan. Belum lagi kita punya saudara dan anak-anak yang mungkin ada yang perempuan. Berempati dan merasakan kepedihan korban pemerkosaan, bukan berarti keluarga Daming harus menjadi korban pemerkosaan. Oleh karena bukan hanya maaf kepada rakyat dan korban pemerkosaan. Ada baiknya, Daming Sanusi mundur dari jabatan hakim dan segera mohon ampun dan kembalilah ke jalan yang benar.
Dengan jawaban seperti itu, betapa rendahnya intelektual seorang hakim. Pengetahuan soal seks juga sangat minim dan dangkal. Kelihatan, sang hakim tidak tahu membedakan antara korban pemerkosaan dan berzina. Jika kita melihat lagi mundur ke belakang, kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah seputar seks dan selangkangan tidak ada habis-habisnya di negara ini. Mulai dari video porno pejabat, pejabat yang menyuruh tes keperawanan untuk murid sekolah perempuan, hingga kasus Bupati Aceng, di Palembang cukup heboh seorang Walikota Palembang Eddy Santana Putra mengawini seorang mantan model hot. Kemudian muncul surat edaran walikota Lhoksemauwe tentang larangan perempuan duduk "mengangkang" di motor yang masih belum tuntas diselesaikan. Eh, muncul lagi kasus pemerkosaan ini.
Sepertinya, persoalan seks ini memang dianggap remeh dan mudah untuk menyelesaikannya sehingga tidak pernah diperhatikan secara serius dan diselesaikan dengan benar. Seks selalu dijadikan obyek yang merupakan hasil dari subjek pemikiran kotor serta minimnya pengetahuan seks yang benar.
Lagi-lagi soal guyon. Guyon itu tak boleh sembarangan. Lebih tepatnya, guyon itu harus beradab. Karena dari tutur guyon juga menunjukkan posisi dan intelektual seseorang. Atau lebih tepatnya lagi, dalam berguyon itu ada aturan-aturan yang meskipun tidak tertulis tapi (selayaknya) dipatuhi oleh siapa saja yang guyon.
Dalam berguyon tentu saja harus melihat situasi dan kondisi. Ada saat-saat yang boleh dijadikan waktu untuk guyon, tapi ada pula saat-saat dimana guyon sangat (sangat) tidak dianjurkan. Dalam candaan Daming tidak memperhatikan situasi dan kondisi. Di tengah keprihatinan kita atas kematian RI –yang diduga kuat sebagai korban perkosaan– dan di tengah menggebu-gebunya usaha kita meminimalisir terjadinya tindak kejahatan pelecehan seksual, seorang calon hakim agung malah melontarkan guyonan yang sangat bertentangan dengan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perlu digarisbawahi, tidak semua seisi dunia dan akhirat boleh dijadikan bahan guyonan. Atau lebih tepatnya, ada hal-hal tertentu yang tidak patut dijadikan bahan guyonan. Misalnya saja yang berkaitan dengan SARA, musibah, bendera negara atau sesuatu yang dikeramatkan –atau mungkin ada yang lain yang saya yang sifatnya soal agama.
Kemudian dalam berguyon harus bisa mengukur diri. Harus bisa menilai siapa diri Anda dan siapa lawan bicara Anda. Perhatikan lawan guyon Anda, apakah dia tukang becak, sopir angkot, guru, dosen, kawan, anggota dewan, gubernur, presiden, menteri atau petani. Poin ini penting agar guyon Anda benar-benar ber-sense of guyon dan tidak menimbulkan malapetaka. Kini malapetaka itu menimpa Daming, tentu saja menjadi pelajaran bagi semua. Terutama pejabat publik yang memiliki tanggung jawab besar untuk membawa negara kita lebih baik. Ibarat kita dalam perahu, maka janganlah membiarkan perahu itu bocor. Justru kita harus menjaga perahu ini agar tetap melaju dan menuju cita-cita untuk kesejahteraan bersama. O
Upah Terkalahkan
Kenaikan Upah
Dikalahkan Harga
Firdaus Komar
Wartawan
2013, tahun baru adalah sebuah harapan bagi semua orang. Tak terkecuali kaum buruh. Sangat logis harapan buruh pada tahun baru yaitu kenaikan upah. Perjuangan menaikkan upah, memang harus sabar saat menunggu momentum tahun baru. Sebaliknya, harga-harga begitu cepat naik, tak pernah sabar menunggu kenaikan gaji buruh. Harga naik terburu-buru, dan naiknya juga setiap saat. Jika gaji buruh mau dinaikkan harus pakai protes dan demo terlebih dahulu. Dari pemilik modal selalu banyak alasan untuk tidak menaikkan upah. Alasan yang paling sering dikemukakan karena perusahaan belum mampu. Tapi lain lagi dengan barang-barang, sembako atau peralatan kebutuhan rumah tangga tiba-tiba saja naik, tidak peduli kapan saja. Ekonomi pun tidak tahu jika upah buruh, upah karyawan belum juga naik.
Kini di atas kertas upah buruh telah dinaikkan, tapi kebanyakan pemilik perusahaan keberatan dengan kenaikan upah. Sayangnya harga-harga tidak lagi mempedulikan kaum buruh untuk naik. Seandainya selama ini bisa membeli gula dua kg, kini gula cukup setengah kilogram. Selebihnya, jangan harap mau mendapatkan minuman manis lagi.
Di tingkat lokal Sumsel, Gubernur Sumsel telah menetapkan upah minimum regional (UMR) Provinsi Sumsel sebesar Rp1.630.000. Pada hakikatnya, ketetapan ini menunjukkan keberpihakan seorang Alex Noerdin kepada kaum buruh. Bagi kalangan buruh dengan penetapan upah itu merupakan harapan baru. Artinya akan meningkatkan penghasilan buruh. Mudah-mudahan dengan kenaikan upah buruh akan membantu buruh dalam mencapai tingkat kesejahteraan.
Namun demikian problem upah murah memang sangat kompleks dan tidak pernah bisa tuntas. Tak kunjung selesainya masalah upah murah, salah satunya akibat ekonomi biaya tinggi yang masih membebani para pelaku usaha. Ekonomi biaya tinggi menjadi kendala dari hulu hingga hilir, sehingga upah buruh rendah.
Penyebab ekonomi biaya tinggi: pertama, masih tingginya suku bunga perbankan. Kedua, maraknya pungutan di daerah sehingga ongkos produksi membengkak. Dampak otonomi daerah banyak melahirkan peraturan daerah yang berujung pada pungutan atau pajak terhadap pengusaha.
Sementara perusahaan-perusahaan di Indonesia cuma mengalokasikan rata-rata 10% untuk biaya pegawai. Bujet sebesar itu terbilang rendah ketimbang negara Asia Tenggara lain yang di atas 20%.
Upah minimum sebenarnya ditujukan bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari setahun. Tapi pada praktiknya, upah minimum juga berlaku untuk pekerja yang sudah berkeluarga dengan masa kerja lebih dari setahun. Masalah upah buruh bisa kelar kalau hitung-hitungannya betul-betul berdasarkan indikator kebutuhan hidup layak.
Sudah diamanahkan dalam konstitusi dasar negara kita bahwa pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah hak setiap warga negara. Namun, fakta menunjukkan masih banyak ketidaksesuaian antara idealita dan realita, terutama terkait dengan kelayakan penghidupan. Hal ini dapat kita soroti dari salah satu indikator pengukur penghidupan yang layak, yaitu kesejahteraan buruh.
Dewasa ini, telah terjadi penyempitan makna kata “buruh” itu sendiri. Setiap mendengar kata buruh, yang terpikirkan oleh kebanyakan orang adalah para pekerja kasar yang tidak berpendidikan dan bertaraf hidup rendah. Tetapi sebenarnya, menurut UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, buruh itu sendiri didefinisikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Jadi, istilah buruh di sini tidak hanya mencakup golongan pekerja kasar melainkan juga termasuk buruh profesional yang bekerja tidak menggunakan otot melainkan dengan otak.
Sudah menjadi kewajiban pemberi kerja untuk memenuhi hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan mereka. Kebijakan pemerintah dalam menentukan upah minimum regional (UMR) belum cukup mampu menjamin kesejahteraan para pekerja. Upah minimum yang ditentukan pemerintah tersebut hanya mampu menutupi biaya hidup sehari-hari saja, belum mampu meningkatkan taraf hidup pekerja. Padahal, mengingat jumlah buruh yang tidak sedikit dan peranan mereka yang krucial, kesejahteraan mereka merupakan suatu indikator penting yang harus diperhatikan dalam upaya pembangunan nasional.
Sudah seharusnya antara pengusaha, buruh dan pemerintah sebagai stakeholder, berperan dalam mewujudkan iklim usaha kondusif, termasuk pada perekonomian industrial sehingga menghasilkan efek positif dan maksimal bagi kesejahteraan. Kita harapkan para pengusaha jangan hanya memikirkan keuntungan, tapi kepedulian dalam meningkatkan kesejahteraan buruh mutlak perlu dilakukan. O
Langganan:
Postingan (Atom)