Jumat, 25 April 2008

Kepemimpinan Perempuan Anisatul Mardiah

Kepemimpinan Perempuan
Anisatul Mardiah



Kepemimpinan apa pun bentuk atau nama dan cirinya dan ditinjau dari sudut pandang mana pun harus selalu dilandaskan pada kebajikan dan kemaslahatan serta mengantarkan pada kemajuan. Kepemimpinan harus dapat menentukan arah, pintar menciptakan peluang dan inovatif dalam melakukan perubahan baru yang positif. Dengan kata lain seorang pemimpin harus memiliki visi yang jelas, kreatif, inovatif dan dinamis dalam berpikir. Oleh karena itu, bila membahas masalah kepemimpinan maka tidak dapat dihindarkan untuk membicarakan tentang manusia dan potensinya, yaitu aspek intelektualitas, emosional dan spiritual.
Untuk menjadi seorang pemimpin masyarakat, diperlukan keunggulan baik intelektualitas, emosional maupun spiritual. Tolok ukur keunggulan seseorang dapat dilihat dari aktualisasi dirinya, baik di wilayah domestik (dalam keluarga) maupun wilayah publik (masyarakat). Aktualisasi diri di wilayah domestik dapat dibuktikan dengan pembagian tugas yang proporsional. Sedangkan aktualisasi diri di wilayah publik dapat dibuktikan dengan bekerja secara profesional di bidangnya. Bekerja secara profesional dapat dilakukan oleh siapa saja, mulai dari petugas kebersihan hingga pemimpin sebuah perusahaan bahkan presiden suatu negara. Apabila manusia (laki-laki atau perempuan) dapat membagi tugas secara proporsional dan bekerja secara profesional maka ia dapat dikatakan sebagai makhluk yang unggul dan dapat dijadikan pemimpin. Oleh karena itu, kepemimpinan bukan hak kaum laki-laki saja walaupun ada ayat al-Qur’an yang menyatakan: ar-rijaalu qawwaamuuna ‘ala al-nisa’. Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut berarti mereka (kaum laki-laki) melaksanakan secara sempurna fungsi-fungsi mereka sebagai suami terhadap istri mereka. Jadi ayat tersebut tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kepemimpinan laki-laki atas perempuan secara umum.
Menurut Nursyahbani Katjasungkana, perempuan memiliki pengalaman khusus dalam kesehariannya yang hanya dapat dipahami oleh dirinya sendiri sehingga ia tahu apa yang menjadi kebutuhannya. Umpamanya, masalah kesehatan reproduksi, kesehatan keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, diskriminasi di tempat kerja, diskriminasi di bidang hukum dan lain sebagainya. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi perempuan untuk ikut menjadi pembuat keputusan politik. Keikutsertaan perempuan dalam pembuatan keputusan dapat mencegah segala bentuk diskriminasi atau kebijakan yang tidak berpihak kepada perempuan.
Kesempatan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya di wilayah publik sekarang sudah sangat terbuka. Hal itu dapat dilihat dari upaya pemerintah dengan mengesahkan UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik yang mengaharuskan setiap partai politik menyertakan 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan ditingkat pusat. Idealnya, perempuan tidak perlu menuntut kuota 30% seperti yang diamanatkan UU tersebut karena tuntutan kuota hanya akan menunjukkan kelemahan perempuan itu sendiri. Kalau perempuan memang berkualitas dan memiliki keunggulan, jangankan 30%, 100% pun boleh diraih. Akan tetapi, kendalanya adalah perempuan itu sendiri yang belum percaya diri untuk total menggeluti dunia politik.
Perempuan sebenarnya memiliki keistimewaan dalam hal kepemimpinannya, karena perempuan lebih sabar dan berempati di samping pintar dan lebih religius. Empati dan kesabaran merupakan ciri utama dari kecerdasan emosi seseorang. Dengan demikian, diakui atau tidak perempuan lebih cerdas emosinya daripada laki-laki. Selain itu, perempuan juga lebih jujur daripada laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari berbagi kasus kecurangan termasuk korupsi yang terjadi, pelakunya sebagian besar laki-laki. Jadi, apa kendalanya sehingga kepemimpinan perempuan masih diragukan? Saya menduga, kepemimpinan perempuan belum dapat diterima sepenuhnya karena masyarakat kita masih menganut sistem patriarkhal. Sistem tersebut masih menganggap perempuan tidak layak menjadi pemimpin. Sistem budaya masyarakat tersebut diperparah dengan adanya oknum yang “mengharamkan” kepemimpinan perempuan dengan menyitir ajaran agama untuk kepentingan golongan tertentu. Padahal, ajaran agama khususnya Islam mengajarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang kehidupan.
Dalam bidang politik Rasulullah saw menegaskan bahwa: Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin yang bertugas memelihara serta bertanggung jawab atas kepemimpinannya (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam ajaran Islam, setiap orang adalah pemimpin. Individu adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, ia mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas dirinya sendiri. Kepala keluarga, ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW), kepala desa, lurah, camat, bupati/walikota, gubernur sampai presiden adalah pemimpin yang berwenang dan bertanggung jawab di wilayahnya masing-masing. Semakin luas ruang lingkup yang dicakup oleh wewenang seseorang, semakin luas pula tanggung jawabnya. Semakin luas tanggung jawab yang diemban seseorang, semakin berat dan luas pula persyaratannya.
Dalam ajaran Islam, ada empat kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu: Pertama, al-Shiddiq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap, serta berjuang melaksanakan tugasnya. Kedua, al-Amanah atau kepercayaan, yang menjadikan ia memelihara sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepadanya baik dari Tuhan maupun dari masyarakat yang dipimpinnya sehingga tercipta rasa aman bagi semua pihak. Ketiga, al-Fathanah, yaitu kecerdasan yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul walaupun persoalan itu muncul mendadak dan tidak diprediksi terlebih dahulu. Keempat, al-Tabligh, yaitu penyampaian yang jujur dan bertanggung jawab atau dengan kata lain adanya keterbukaan dalam kepemimpinannya.
Dengan demikian, kepemimpinan bukan sekadar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya saja tetapi juga merupakan ikatan perjanjian antara sang pemimpin dengan Allah. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan amanah dari Allah dan masyarakat yang dipimpinnya. Akankah pemilukada walikota/wakil walikota Juni nanti atau pemilu presiden tahun depan akan melahirkan perempuan pemimpin? Hanya Allah yang tahu dengan pasti.