Senin, 23 November 2009

PELAJARAN SABAR

Pelajaran Sabar


KADANG-kadang kita emosi juga dalam menghadapi anak-anak sekarang yang BM (banyak maunya), tapi saya juga mencoba untuk sabar. Sabtu, 21 November 2009 anak saya nomor 3 Rayyani Qatrunada (kelas II SD) ketahuan jika gusinya bengkak dan tidak mau diajak ke dokter gigi. Hampir saja saya juga merajuk, ya terserah kalau dak mau ke dokter. Akhirnya saya berusaha untuk sabar dan mengajak Nada utuk bicara lagi, ternyata dia mau diajak ke dokter. Ternyata gusi Nada kena infeksi, akhirnya jadi rain gosok gigi dan mengingatkan untuk makan obat.
Lain lagi kejadian pada Minggu, 22 Nov 2009, saya mengajak anak-anak untuk ke salaon dan potong rambut. Saya menganggap rambut diotong pendek lebih cocok untuk anak-anak yang belum bisa merawat rambut sendiri. Alhamdulillah, akhirnya semua mau jalan ke salon. Cuma si Bungsu Affa yang tidak potong rambut, karena rambutnya sudah pendek. Pertama Nadra yang potong rambut, setelah itu Adis kemudian Assha, setelah itu Nada. Satu diantaranya Assha protes dan cemberut karena merasa rambutnya dipotong terlalu pendek. Saya hanya bilang tidak lama lagi juga akan panjang. Kami pun ke warung mie, di sana Assha ngotot tidak mau turun dari kendaraan. Katanya dia tidak mau. Tapi setelah saya jelaskan, nanti kepanasan dan walaupun tidak mau ya minum atau duduk saja. Tapi sementara anak-anak yang lain telah menikmati makanan pesanannya, saya tetap menawarkan ke Assah untk pesan makanan dan minum. Tetap Assha cemberut, sungguh saya tetap mengendalikan kemarahan. Akhirnya Assha mau pesan makanan, padahal anak yang lain udah kelar. Tapi dak apa-apa saya yang menunggu Assha makan. Alahmdulillah, piker saya biar dia juga kenyang. Ya akhirnya setelah maak mie, suasana jadi enakan lagi. Assha pun sepertinya sudah melupakan soal rambut.
Pelajaran kesabaran ketiga, pada Senin 23 Nov 2009, pagi-pagi, biasa urusan anak-anak mau k sekolah. Terkahir Nadra karena dia masih sekolah TK. Pagi itu biasa Nadra mandinya agak malas-malasan tapi tetap pada pukul 07.30 sudah siap dan selesai mengenakan seragam sekolah. Sayangnya, dia menemukan pensilnya rusak. Saya juga tidka tahu ada pensil itu. Nadra nangis-nangis dan tidak mau sekolah. Tapi teap saya tawari untuk sekolah, akhirnya setelah pukul 08.00 lebih barulah Nadra mau pergi sekolah dan saya yang mengantarnya ke sekolah. SABAR DEH AMAIN

Minggu, 02 Agustus 2009

MBAH SURIP

ANDA mungkin sudah kenal dengan Mbah Surip. Akhir-akhir ini sosok Mbah Surip makin ngetop. Ada saja stasiun TV yang mengajaknya, entah itu wawancara atau pun tampil nyanyi. Sosok misterius Mbah Surip dengan lagu ‘Tak Gendong’ banyak yang ingin tahu tentang siapa Mbah Surip. Dari anak-anak usia tiga tahun sampai orang dewasa tahu dan paham dengan lagu ‘Tak Gendong’.
Tak gendong ke mana-mana
Tak gendong ke mana-mana
Enak donk, mantep donk
Daripada kamu naik taksi kesasar
Mendingan tak gendong to
Enak to, mantep to
Ayo.. mau ke mana
Tak gendong ke mana-mana
Tak gendong ke mana-mana
Enak tau

Memang tak ada formula pasti untuk mendapatkan ketenaran. Ia bisa mendadak sontak terkenal, sebaliknya bisa pula langsung lenyap.
Mungkin kita masih ingat ingar-bingar Manohara. Seperti Manohara mendadak sontak jadi ngetop. Ceritanya pun bagai drama serial yang tak habis-habis temanya.
Bisa jadi juga perempuan belia itu masih akan lama menikmati kebekenan dengan berbekal kisah pilu dan reaksi latah sebagian dari kita yang antara lain menyinetronkan kisahnya, baik yang akan diperani oleh Mano sendiri maupun yang dibintangi artis-artis lain. Namun, biasanya, yang instan tidak lama bertahan. Beberapa nama produk kontes idola di TV misalnya cuma bisa menikmati “kedahsyatan ketenaran” nyaris hanya pada momen pengumuman pemenang. Segera setelah itu, mereka lenyap ditelan waktu.
Lalu, faktor apa yang sanggup membikin tenar Mbah Surip lewat lagu “Tak Gendong”-nya? Ternyata “mbah” kita satu ini bukan termasuk jenis yang instan. Ia atau bahkan semestinya “beliau”, ternyata, bukan termasuk jenis yang instan. Ia sudah lama berkarya dan berkiprah di dunianya, dunia yang menjadi pilihan hidupnya. Maka, tak aneh saat dia dapat memikat semua orang yang secara langsung menyaksikannya ketika sebuah stasiun TV swasta mengundangnya. Harus kita akui, Mbah Surip menjadi penyegar dan pengaya suasana.
Ketawa “hah hah hah hah”-nya yang khas, ungkapan “I love you full”-nya yang ternyata legendaris, dan syair-syair lagunya yang kocak membuatnya pantas mendapatkan apresiasi.
Sungguh, melihat Mbah Surip dengan aksinya adalah seperti melihat dan merasakan keceriaan, kedamaian, serta kebahagiaan dalam rupa yang bersahaja.
Sebelum iklan yang dibintanginya meledakkan ketenarannya, ia hanyalah seorang seniman jalanan. Lagu ‘Tak Gendong’ itu merupakan karya lama. Barangkali industri rekaman sejak 1997 itu kurang serius memromosikan Mbah Surip sehingga baru sekarang ini ia menuai ganjaran setimpal.
Sosok Mbah Surip merupakan gambaran “manusia Indonesia sejati” yang tidak pernah merasa susah, tidak pernah gelisah, tidak pernah sedih dan selalu tertawa; meskipun sering diledek orang Mbah Surip tetap saja tertawa, tidak pernah dendam atau membalas ledekan tersebut.
Kualitas “kesejatian” itu dimungkinkan karena Mbah Surip tak termasuk dalam kategori “jiwa-jiwa instan”. Ia merupakan sosok yang matang oleh tempaan hidup. Simak misalnya betapa di balik penampilannya yang bersahaja, perjalanan hidup lelaki yang di KTP-nya tertulis bernama Urip Aryanto kelahiran Mojokerto 1963 ini terbilang kaya warna.
Mbah Surip ternyata pernah menjadi pekerja di perusahaan pengeboran minyak (1975–1986). Pada saat itu, ia pun sempat singgah di Texas, Brunei, Singapura, dan tempat-tempat penghasil minyak lain.
Mbah Surip merupakan sosok yang periang. Ia selalu menghadirkan kegembiraan dalam setiap tarikan napasnya. Bahkan ia tidak sakit hati terhadap setiap olok-olok yang ditujukan kepadanya. Semua ditanggapi dengan tawa, hah..hah..hah..hah…. Malah lalu ia akan katakan, ”I love you full… hah..hah..hah..hah….” Lebih jauh, Mbah Surip merupakan manusia yang selalu diliputi cinta, bahkan ia menjelma cinta. Seharusnya lebih banyak lagi manusia seperti Mbah Surip itu di negeri ini, manusia yang penuh cinta. Memandang segala sesuatu bukan berdasarkan nafsu dan kepentingan pribadi semata, tetapi memandang dan memperlakukan segalanya dengan sesuatu yang paling hakiki: cinta. Dialah pejuang cinta, manusia cinta. Hah..hah..hah..hah… I love you full! Lagu-lagu Mbah Surip begitu spontan dan sederhana, tetapi selalu kontekstual dan mengena. Simak saja syair lagu “Tak Gendong” itu. Ha…ha…ha…ha…ha… seterusnya.O

PRESIDEN KU

SERING juga anak-anak, jika ditanya mau jadi apa kalau sudah besar nanti. Mereka kabanyakan menjawab mau menjadi Presiden. Jabatan Presiden selalu diincar. Presiden yang memiliki tugas dan tanggung jawab besar jadi rebutan. Sangat disayangkan pula jika sudah jadi presiden tidak mencatat prestasi untuk kemajuan rakyat. Aneh, kalau seseorang semata-mata hanya mengejar jabatan presiden untuk tongkrongan dan popularitas. Bagaimana presiden kita? Pasti mau menggunakan fasilitas wah dan semuanya tersedia. Bahasanya, muncul dengan mengatakan ‘mumpung lagi jadi presiden, manfaatkan segala fasilitas mewah untuk ku’. Mengapa tidak dibalik, pernyataannya, bersedia menggunakan fasilitas, untuk bekerja kepentingan rakyat. Itulah janji kampanye. Semua yang akan diperbuat adalah untuk rakyat.
Bangsa kita telah menggelar Pemilu Presiden dan saat ini KPU telah menetapkan capres cawapres terpilih. Selamat untuk pemenang. Saya hanya ingin memberikan gambaran ke capres dan cawapres terpilih, soal kepemimpinan yang diidam-idamkan. Dia telah membuat kagum bagi rakyat. Dialah Presiden Iran saat ini, Mahmoud Ahmadinejad.
Ketika diwawancara oleh salah satu stasiun TV dari Amerika Serikat (AS) soal kehidupan pribadinya.Dia ditanya. Saat Anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?”
Jawabnya: “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya:”Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran .”
Berikut adalah gambaran Ahmadinejad, yang membuat orang tercengang. Kok ada ya Presiden saat ini seperti ini.
Sungguh luar biasa yangdilakukan Ahmadinejad saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid-masjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
Kemudian di Istana, ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan dua kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresif.
Dalam banyak kesempatan,ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.
Kemudian di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri-menterinya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan-arahan darinya. Hebatnya lagi, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menteri untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
Setelah menjabat jadi Presiden tanpa diminta langkah pertama yang ia lakukan mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya. Bayangkan.gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai 250 dolar AS.
Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimilikinyaseorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Ternyata tidak kan.
Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawal nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Sepanjang shalat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimana pun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa. Akankah Presiden dan Wakil Presiden kita mencapai nilai-nilai ideal sebagai pemimpin yang benar-benar memikirkan rakyat, bukan pemimpin yang hanya bisa membuat pencitraan di depan rakyat. O

Selasa, 16 Juni 2009

CV Firdaus Komar

Curriculum Vitae

* Nama : Firdaus Komar
* Alamat : Jl Kebun Bunga Perumahan Citra Kencana I Blok A No 24 KM 9 Palembang
* Email : Firdaus_km@yahoo.com
* Blog : http://firkom.blogspot.com
Kelahiran & Pendidikan
* Lahir di Desa Muaralakitan, Musi Rawas, Sumsel.
* Tanggal 8 Januari 1971
* Ayah : H Komar (Alm)
* Ibu : Hj Mahna
* Pendidikan Terakhir
Sarjana Pendidikan FKIP Universitas Sriwijaya Tamat 1994

Keluarga
* Istri : Dra Anisatul Mardiah MAg Dosen IAIN Raden Fatah Palembang (kandidat Doktor di Universitas Malaya, Malaysia).
* Jumlah anak 5 (lima)
* 1. Berliana Faradisa, Kelas V SD Islam Terpadu Yayasan Izzuddin
* 2. Asshafa Adzkiyah, Kelas III SD Islam Terpadu Yayasan Izzuddin
* 3. Rayyani Qatrunada, Kelas I SD Islam Terpadu Yayaysan Izzuddin
* 4. Khairunadra LN, TK Islam Terpadu Yayasan Frania
* 5. Syaffana Mumtaza Najidah (3 tahun)
Pengalaman Kerja
* 1995-2005 : Wartawan Harian Umum Sriwijaya Post Palembang
* 2005-Sekarang : Wartawan BeritaPagi
Pengalaman Kerja/Jabatan
* 1995-1996 : Wartawan ditempatkan
di Kota Prabumulih dan Kab Muaraenim
* 1996-1997 : Ditempatkan di Biro Jakarta (Persda)
* 1997-1998 : Wakil Redaktur Kota HU Sriwijaya Post
* 1998-1999 : Wakil Redaktur Ekonomi Bisnis HU Sriwijaya Post
* 1999-2002 : Redaktur Olahraga HU Sriwijaya Post
* 2002-2005 : Redaktur Ekonomi Bisnis HU Sriwijaya Post
* 2004 : Supervisor Tim Kelompok Kompas Gramedia
(KKG) persiapan penerbiatan HU Tribun Batam
* 2005 : Anggota tim persiapan penerbitan HU BeritaPagi
* 2005-2006 : Wakil Redaktur Pelaksana HU BeritaPagi
* 2006-Skrg : Redaktur Pelaksana (Redpel) HU BeritaPagi
Pengalaman Organisasi
* 1992-1993 Ketua Umum Senat Mahasiswa FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri)
* 1993-1994 Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP) HMI Cabang Palembang
* 1993-1994 Ketua Umum Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) Universitas Sriwijaya (Unsri)
* 1995-1996 Kabid PTKP Badko HMI Sumbagsel
* 1996-1997 PJ Ketua Umum Badko HMI Sumbagsel
* 1999-2005 Ketua SIWO Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sumsel
* 2002-2004 Wakil Ketua Bidang Humas KONI Sumsel
* 2005-2008 Wakil Sekretaris PWI Cabang Sumsel
* 2006-Sekarang Humas Korp Alumni HMI Sumsel (KAHMI)
* 2009-2014 Sekretaris PWI cabang Sumsel
* 2009-2013 Anggota Dewan Pertimbanfan Pendidikan Sumsel

SONGKET PALEMBANG





songket palembang





Senin, 15 Juni 2009

SONGKET PALEMBANG





Bab 2

PENGARUH IDEOLOGI TEOLOGIS TERHADAP ETOS KERJA PENENUN SONGKET PALEMBANG













ANISATUL MARDIAH













PROPOSAL DISERTASI (PROGRAM Ph.D)
UNIVERSITI MALAYA
KUALA LUMPUR
MALAYSIA












DAFTAR ISI




KANDUNGAN HALAMAN

HALAMAN TAJUK……………………………………………………………………….
HALAMAN PENGESAHAN PENYELIA………………………………………………..
DEDIKASI………………………………………………………………………………….
ABSTRAK …………………………………………………………………………………
PENGHARGAAN …………………………………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….
TRANSLITERASI………………………………………………………………………….
SENARAI KEPENDEKAN………………………………………………………………..

BAB PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN…………………………………………………………………
B. HIPOTESIS KAJIAN………………………………………………………………
C. OBJEKTIF DAN KEPENTINGAN KAJIAN……………………………………..
D. SKOP KAJIAN…………………………………………………………………….
E. MASALAH KAJIAN………………………………………………………………
F. METODOLOGI PENYELIDIKAN……………………………………………….
G. KAJIAN-KAJIAN LEPAS…………………………………………………………
H. SUSUNAN PENULISAN …………………………………………………………

BAB I: GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN

A. PENDAHULUAN………………………………………………………………….
B. KEADAAN WILAYAH……………………………………………………………
1. Sejarah Singkat Lokasi Penyelidikan ………………………………………
2. Letak Geografis Lokasi Penyelidikan………………………………………
3. Sistem Pemerintahan…………………………………………………….....

C. PENDUDUK DAN PEREKONOMIAN…………………………………………..
1. Matapencarian Penduduk ……………………………………………
2. Kehidupan Keagamaan Penduduk………………………………………….
3. Keadaan Pendidikan………………………………………………………...
4. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan…………………………………………

BAB II: DINAMIKA IDEOLOGI, TEOLOGI DAN PENENUN SONGKET
A. PENDAHULUAN…………………………………………………………………
B. PENGERTIAN IDEOLOGI DAN TEOLOGI……………………………………..
1. Pengertian Secara Etimologi……………………………………………….
2. Pengertian Secara Terminologi…………………………………………….


C. SEJARAH TENUN SONGKET……………………………………………………
1. Zaman Kerajaan Sriwijaya………………………………………………….
2. Zaman Kesultanan Palembang Darussalam………………………………..
3. Zaman Penjajahan ………………………………………………………….
4. Zaman Kemerdekaan……………………………………………………….

D. ETOS KERJA PENENUN SONGKET…………………………………………….
1. Landasan Etos Kerja………………………………………………………..
2. Motivasi Bekerja……………………………………………………………
3. Sosialisasi Keterampilan……………………………………………………
4. Daya Produktif……………………………………………………………...

BAB III: ANALISIS PENGARUH IDEOLOGI TEOLOGIS TERHADAP ETOS KERJA PENENUN SONGKET

A. PENDAHULUAN………………………………………………………………….
B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………………….
1. Karakteristik Responden……………………………………………………
2. Ideologi Teologis yang Diyakini…………………………………………...
3. Etos Kerja Penenun Songket……………………………………………….
4. Perkembangan Usaha Tenun Songket……………………………………...

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARANAN

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………….
B. SARANAN………………………………………………………………………..
C. PENUTUP…………………………………………………………………………


BIBLIOGRAFI……………………………………………………………………………..
















BAB PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Teologi adalah ilmu yang membahaskan ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami selok-belok agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberikan seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan kepada landasan yang kukuh dan tidak diombang-ambingkan oleh peredaran zaman (Nasution, 1987:7).
Perlu disedari dan difahami bahwa teologi Islam itu bukan dalam maksud dan pengertian agama sebagai suatu ajaran, tetapi hanya merupakan pemikiran reflektif seorang beriman mengenai imannya dalam rangka memperkukuh iman yang telah diyakininya (M. Masyhur Amin, 1989:10). Oleh itu, rumusan teologi Islam sebagai rumusan akal fikiran manusia akan berbeda sesuai dengan situasi dan keperluan generasi pada kurun sejarah tertentu. Rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran dipengaruhi oleh problem teologis pada masanya (Azyumardi Azra, 1996:3). Sekalipun konsep teologis klasik itu masih terikat oleh masalah-masalah ketuhanan yang selalu berorientasi metafizika, namun teologi ini telah mampu membawa umat Islam pada masa itu ke arah kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Pada era globalisasi dewasa ini, manusia hidup dalam planet yang interkomunikatif; di mana umat Islam dihadapkan pada serangkaian tentangan yang belum pernah dialami oleh umat Islam di masa silam. Bila dibandingkan dengan umat beragama lain, posisi dan kemampuan sains dan teknologi umat Islam tidaklah menggembirakan. Menurut Max Weber, seperti yang dipetik oleh Alwi Shihab, pola berfikir dan tindakan, etos serta world view suatu kelompok masyarakat sangat dipengaruhi oleh ajaran agama kelompok tersebut (Alwi Shihab, 1999:245). Dari hipotesis Weber ini dapat dijelaskan bahwa ajaran agama merupakan faktor yang amat berpengaruh pada pola fikir dan tingkah laku penganutnya dan selanjutnya merupakan bahagian daripada budaya yang mendorongnya kepada kemajuan atau kemerosotan.
Kajian tentang perkaitan diantara moralitas agama dengan semangat kapitalisme industri awal telah banyak dilakukan oleh ilmuwan baik dalam negeri (Indonesia) maupun luar negeri. Salah seorang di antara pelopor kajian ini adalah Max Weber, ilmuwan sosial yang telah membuktikan perkaitan di antara etika agama dengan semangat kapitalisme awal.
Kajian yang dilakukan oleh Max Weber ini kemudian diikuti oleh kajian-kajian yang bersifat “menguji” tesisnya ataupun memperluaskan perbincangan . Sebagai contoh dapat dinyatakan antara lain; iaitu Erns Troelsch, Bryan S. Turner, Robert N. Bellah, Lance Castles, Mohammad Sobary, dan Irwan Abdullah. Kajian tersebut bersifat mengkolaborasi tesis Weber dari magnum opus-nya yang berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism terhadap penenun songket di Palembang.
Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, aktiviti perekonomian bangsa hampir lumpuh, terutama aktiviti ekonomi yang bergerak dalam bidang real estate, property maupun fabrik-fabrik elektronik. Namun, aktiviti ekonomi rakyat yang bergerak di bawah level modal besar, tepatnya para pengusaha bermodal menengah ke bawah ternyata memperlihatkan gejala yang sebaliknya. Aktiviti pengusaha ini berjalan sebagaimana adanya dan tetap survive dengan modal seadanya tanpa harus memaksa pemerintah untuk memberikan suntikan dana segar demi kelancaran usahanya. Uniknya, pengusaha kelas menengah ke bawah ini, terutama penenun songket, kebanyakannya adalah pengusaha Muslim.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia hampir tidak berpengaruh terhadap aktiviti perekonomian pada pengusaha Muslim yang bergerak dalam produksi dan perdagangan songket di Palembang. Kenyataan ini menimbulkan persoalan adakah produktiviti pengusaha Muslim tersebut ada kaitannya dengan ajaran agama yang mereka anuti. Persoalan ini perlu dikaji lebih lanjut karena Max Weber pernah mengatakan dengan nada sinis bahwa agama-agama seperti Islam, Katholik, dan Buddha adalah agama-agama yang tidak menyokong proses produksi. Agama-agama tersebut merupakan agama yang menyebarkan faham asketis dan hidup membiara serta agama prajurit, bukan agama kapital.
Apa yang dikemukakan Weber ini bila diterapkan kepada Islam akan menuai berbagai kritikan. Ini kerana secara doktrinal, Islam sebenarnya jauh berbeza dengan apa yang dituduhkan Weber. Hal ini pernah dilakukan oleh Turner yang berusaha memperjelaskan kenyataan Weber dan mengritik Weber. Turner berpendapat bahwa Islam bukanlah agama prajurit atau agama padang pasir yang berwatak keras dan suka peperangan, tetapi Islam menitikberatkan ajaran-ajaran tentang “hidup mewah” dan beretos kerja yang tinggi. Walaupun Weber telah memberikan dasar-dasar yang amat baik untuk melihat kelompok agama yang progresif dalam masyarakat, namun Weber hanya melihat kepada masyarakat yang bertradisi dan beraliran Protestant, bukan Katholik. Turner menyanggah pernyataan Weber yang mengatakan bahawa ajaran Islam kurang bahkan tidak dapat menjadikan umatnya maju. Adalah wajar diragui pernyataan Weber tentang para penganut Islam yang berkerjaya sebagai pedagang dan pegawai negeri dianggap menyalahi nilai-nilai gurun dan prajurit (Turner, 1992:179).
Pendapat Weber yang mengatakan bahwa kemungkinan mengejar keuntungan hanya wujud dalam masyarakat Protestant, bukan dalam masyarakat lainnya, boleh diperbahaskan lagi. Kajian lain telah membuktikan wujudnya semangat kapitalisme, misalnya di Jepun dan Korea Selatan yang berfaham Zen Buddhisme, sedangkan di Taiwan dan China berfaham Konfusianisme (John Clammer, 1991:18).
Ajaran Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras, baik dalam menuntut ilmu ataupun beramal soleh. Bekerja dengan menjalankan usaha atau berdagang adalah anjuran agama dan dinilai sebagai ibadah. Namun yang wajar ditekankan, Islam yang diturunkan dengan keluasan doktrinnya menjadikan umat Islam merasa “kebal” untuk menghadapi segala cabaran hidup kerana semuanya telah ditentukan oleh Allah. Mental puas diri dari umat Islam yang kemudian menimbulkan faham fatalistik menjadikan umat Islam tidak maksimal dalam berikhtiar. Walaupun pedagang dan pengusaha melakukan transaksi bisnes, itu bukan kerana dorongan agama sepenuhnya tetapi kerana sentimen rasial, suku, dan agama.
Negara Indonesia, yang majoriti penduduknya menganut agama Islam, termasuk negara sedang berkembang yang etos kerjanya berbeza dengan negara yang sudah maju. Negara yang sedang berkembang diyakini memiliki etos kerja yang kurang mendukung bagi peningkatan produktiviti. Hal ini disebabkan antaranya masyarakat sedang berkembang menganuti faham yang berimplikasikan fatalis.
Sejalan dengan itu, diyakini pula bahwa faham yang berkembang dan dianut oleh masyarakat sedang berkembang, termasuk masyarakat Palembang (Indonesia), adalah faham teologi tradisional yang cenderung fatalis dan tidak mendukung bagi peningkatan produktiviti. Oleh kerana itu, bila etos kerja dan produktiviti terasa tidak meningkat, maka wajar ada tuduhan yang mengatakan bahwa teologi tradisional yang berfaham Jabariyah dengan faham qada’ dan qadar-nyalah penyebabnya.


B. HIPOTESIS KAJIAN

Berdasarkan kenyataan dan kajian pustaka terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa kebanyakan penenun songket cenderung berfaham Jabariyah yang dapat disebut berfaham teologi tradisional dan beretos kerja negara sedang berkembang yang cenderung fatalis. Selanjutnya dirumuskan secara terperinci bahwa:
1. Kecenderungan faham teologi mereka berkorelasi dengan lingkungan sosial budaya mereka.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faham teologi yang dianut dengan etos kerja mereka.


C. OBJEKTIF DAN KEPENTINGAN KAJIAN

Kajian ini mempunyai beberapa kepentingan dan tujuan, antaranya:
1. Untuk mengelaborasi lebih lanjut tentang tesis Weber yang berjudul The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism terhadap penenun songket di Palembang.
2. Untuk menelaah kemungkinan adanya pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket di Palembang.
3. Untuk menambah literatur dalam bidang aqidah dan pemikiran Islam dalam versi bahasa Malaysia.


D. SKOP KAJIAN

Untuk memudahkan lagi pengkajian mengenai Pengaruh Ideologi Teologis terhadap Etos Kerja Penenun Songket Palembang, penulis akan cuba membataskan skop kajian kepada beberapa perkara yang menjadi bahan penulisan. Oleh itu, kajian ini hanya akan tertumpu kepada pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket di kota Palembang, iaitu di Kecamatan Ilir Barat II dan Kecamatan Seberang Ulu II, dan perkara-perkara yang mempunyai kaitan dengannya khususnya tentang: gambaran umum wilayah penyelidikan, konsep teologi dalam Islam, dinamika penenun songket dan analisis pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket Palembang.

E. MASALAH KAJIAN

Di dalam penulisan kajian ini, masalah utama yang penulis cuba kaji ialah adakah produktiviti pengusaha songket di Palembang ada kaitannya dengan ajaran Islam yang dianutinya? Agar pembahasan ini terarah dan berfokus masalah utama dalam kajian ini dirumuskan seperti berikut:

1. Mengapa penenun songket di Palembang tetap wujud pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket di Palembang?

F. METODOLOGI PENYELIDIKAN

Dalam melakukan sesuatu kajian ilmiah ataupun penyelidikan, metode merupakan perkara yang amat penting kerana ia merupakan cara kerja untuk memahami objek yang sedang diteliti. Dengan kata lain, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematik. Sesuatu penyelidikan ilmiah akan dikira bermutu sekiranya metode yang digunakan tepat dan sesuai dengan objek dan tujuannya.
Di dalam kajian ini akan menggunakan metode-metode berikut:
1. Metode pengumpulan data
2. Metode analisis data.

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah usaha-usaha yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dan penafsiran terhadap data yang terkumpul . Metode pengumpulan data bagi menyempurnakan kajian ini dilakukan melalui dua cara iaitu penyelidikan lapangan (field research) dan penyelidikan perpustakaan. Penyelidikan perpustakaan ialah penyelidikan yang dilakukan di perpustakaan bagi mendapatkan maklumat sama ada dalam bentuk kamus, encyclopedia, buku-buku rujukan, disertasi, majalah, jurnal, dan seumpamanya yang berkaitan dengan kajian ini. Sementara penyelidikan lapangan ialah penyelidikan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang dikaji. Pelaksanaannya meliputi observasi, temubual (wawancara), soal selidik, dan dokumentasi.
Observasi dilakukan untuk mengadakan pengamatan secara langsung terhadap fakta-fakta yang ada, iaitu tentang aktiviti penenun songket di Palembang. Dalam observasi, penyelidik mencuba untuk melihat secara langsung keadaan penenun songket, cara hidup, matapencarian dan keluarga. Di samping melihat secara langsung, penulis mencuba untuk mengadakan temubual secara tidak formal dengan penenun. Ini dilakukan untuk mengetahui keadaan mereka dan menginginkan terjadinya komunikasi yang akrab agar informasi yang diberikan lebih terbuka.
Manakala soal selidik yang diedarkan merupakan gabungan dari soal selidik tertutup dan terbuka. Soal selidik tertutup merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun untuk mendapatkan alternatif jawapan dari responden, di mana jawapan telah disediakan oleh penyelidik. Soal selidik terbuka adalah kolom daftar jawapan yang telah disediakan, di mana responden mengisinya apabila dalam alternatif jawapan soal selidik yang disediakan tidak sesuai atau kurang lengkap.
Alasan penyelidik menggunakan soal selidik ini kerana: Pertama, soal selidik merupakan alat praktikal untuk digunakan dalam pengumpulan data yang dalam waktu relatif singkat data yang diperlukan segera terkumpul. Kedua, dengan soal selidik ini responden akan lebih bebas dalam memberikan jawapan. Ketiga, setiap responden akan menghadapi pertanyaan yang sama isi maupun tata kalimatnya sehingga akan diperoleh jawapan yang seragam. Hal inilah yang akan memudahkan penyelidik dalam pengolahan data.
Selain soal selidik, penyelidik juga melakukan temubual dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Temubual yang akan penyelidik lakukan adalah dengan mendatangi langsung para informan (key informan). Sebagai sumber temubual iaitu penenun songket, pengurus organisasi, pemuka agama dan pemerintah setempat. Dalam temubual, penyelidik mencari informasi tentang aktiviti penenun songket, pandangan atau pendapat pemuka agama atau pemuka masyarakat dan pengurus organisasi yang ada hubung kait dengan kajian ini.
Di samping itu, penyelidik mengumpulkan data melalui metode dokumentasi. Melalui metode ini, penyelidik cuba mengumpulkan data dengan melakukan kajian terhadap dokumen-dokumen yang ada hubung kait dengan kajian ini. Antaranya ialah gambar, berita-berita surat kabar, dan dokumen pemerintah. Dokumentasi bertujuan untuk memberi definisi terhadap fakta-fakta yang diperlukan.

2. Metode Analisis Data

Setelah segala data yang diperlukan terkumpul melalui metode-metode yang dinyatakan, penyelidik mula mengolah data dan menganalisis data yang diperolehi untuk menyiapkan kajian ini. Oleh kerana itu, penulis menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Analisis kualitatif dengan metode deskriptif analitis digunakan untuk menggambarkan kecenderungan-kecenderungan faham teologi, dimensi etos kerja, dan aspek sosial budaya yang melingkupi kehidupan penenun songket dan masyarakat
sekitarnya.
Sementara data daripada soal selidik diproses dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan menggunakan ujian-ujian statistik tertentu. Dua statistik yang akan digunakan iaitu statistik deskriptif dan statistik inferensi. Statistik deskriptif iaitu frekwensi dan peratusan digunakan bagi mendapat gambaran sosio-demografi responden dan jenis ideologi teologis responden.
Skala yang akan digunakan didalam penyelidikan ini adalah berdasarkan skala Likert (Likert Scala). Pemilihan skala ini dibuat kerana kesesuaiannya, boleh dipercayai dan mudah untuk melaksanakannya. Bernard M. Bass dan Gerald V. Barrett memberikan tiga sebab mengapa skala Likert ini sesuai digunakan iaitu masa yang diperlukan sedikit, mempunyai kebolehpercayaan yang tinggi dan senang untuk ditadbirkan (Bass dan Barrett, 1981:96). Bagi mengukur tahap ideologi teologis dan etos kerja responden, maklum balas yang diterima berdasarkan skala Likert akan dikodkan semula atau recode menjadi sama ada “rendah”, “sederhana” atau “tinggi”.
Ujian-ujian statistik juga dijalankan bagi mengukur perkaitan atau perhubungan diantara pembolehubah yang berbeza, iaitu pembolehubah bebas (ideologi teologis dan faktor sosio-demografi) dengan pembolehubah berubah iaitu tahap etos kerja responden. Ujian akan menggunakan dua kaedah iaitu ‘Pearson Correlation dan Chi-Squire’. Ujian Pearson Correlation akan dilakukan bagi data berbentuk ordinal, manakala ujian Chi-Squire digunakan bagi menguji data berbentuk nominal seperti ciri individu atau sosio-demografi. Paras signifikansi atau level significance bagi kedua-dua ujian statistik di atas ialah 0,1 (10%). Sekiranya ujian statistik bagi sesuatu pembolehubah itu mendapati paras keertiannya memenuhi keperluan paras signifikan yang ditetapkan ini, maka pembolehubah berkenaan dianggap mempengaruhi secara signifikan dengan tahap etos kerja responden. Sebaliknya, jika paras keertiannya berada dibawah paras signifikan, maka kesimpulan yang dapat dibuat ialah kedua-dua pembolehubah berkenaan tidak mempunyai hubungan yang signifikan (Daud, 1997/1998:31).

G. KAJIAN-KAJIAN LEPAS

Perbahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teologi pada umumnya termasuk dalam disiplin ilmu keagamaan yang bersifat teoritis-normatif. Namun demikian, bila dikaitkan dengan manusia yang menganut keyakinan dan faham teologis tertentu dan etos kerjanya, maka otomatis masalah teologi yang tadinya murni hanya bersifat teologis-normatif telah melibatkan masalah psikologis-behavioris.
Penyelidikan terdahulu yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyelidikan disertasi ini telah banyak dilakukan. Dari telaah pustaka yang telah dilakukan ditemukan beberapa karya yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelidikan ini.
Penyelidikan yang khusus tentang kerajinan songket telah dikaji oleh beberapa penyelidik antara lain Suwati Kartiwi. Tulisan Kartiwi ini berjudul Seni Tenun dan Ragam Hias Indonesia (1975). Ia memetakan seni tenun beserta keragaman hiasan dalam tenun Indonesia sebagai cermin peranan wanita dalam adat. Corak motif yang diterapkan pada kain songket tidak lepas kaitan corak dan arti seperti diterapkan pada desain atau ragam hias yang terdapat pada ukiran rumah adat. Persamaan motif dan simbol antara bangunan Limas adat Palembang dengan motif kain songket Palembang. Penyelidikan Kartiwi juga menemukan ada kesamaan motif antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Misalnya, persamaan motif kain Minangkabau cukie kaluak ampek puluh, menunjukkan persamaannya dengan motif yang terdapat pada ulos Batak.
Sementara Clifford Geertz, telah mencuba membahas karakteristik kehidupan masyarakat secara mendalam, khususnya masyarakat Jawa. Meskipun menimbulkan banyak reaksi, penyelidikan Geertz ini memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kultur dalam masyarakat Jawa. Walaupun penyelidikan Geertz ini sering disalahfahami sebagai penyelidikan khusus tentang kehidupan keagamaan di Jawa, namun penyelidikan ini telah memberikan dasar-dasar bagi penyelidik antropologi budaya yang kemudian berkembang sampai kini. Penyelidikan Geertz ini dibukukan dengan judul Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa (1986).
Jalaluddin Rahman melakukan penyelidikan mengenai pandangan al-Qur’an tentang perbuatan manusia melalui kajian tafsir tematik. Dari penyelidikannya dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an menghendaki manusia produktif dan kreatif. Manusia diberi kebebasan untuk memilih dan berbuat namun tetap patuh pada sunnatullah. Konsep manusia yang produktif-kreatif berbeda jauh dengan konsep kasb Asy’ariyah. Al-Ghazali sependapat dengan al-Asy’ariy yang mengatakan bahawa daya manusia lemah dan daya Tuhan lebih dominant. Kedua tokoh tersebut mempunyai teori tentang tanggung jawab dan perbuatan manusia yang membuat manusia tidak produktif dan kreatif. Penyelidikan Rahman ini dapat dibaca dalam bukunya yang berjudul Konsep Perbuatan Manusia menurut Al-Qur’an (1992).
Ramli Nur dalam penyelidikannya menjelaskan bahwa pemikiran teologis dosen-dosen pendidikan agama Islam di Perguruan Tinggi umum di Medan mengenai konsep iman, sifat-sifat Tuhan, akal dan wahyu, dan perbuatan manusia, adalah pengikut faham al-Asy’ariy yang bercorak teologi tradisional. Sementara aspek teologi mengenai sunnatullah (hukum alam) dan keadilan Tuhan, pola fakir mereka teologi rasional. Dengan demikian, pemikiran teologis dosen-dosen pendidikan agama Islam pada Perguruan Tinggi umum di Kotamadya Medan secara umum tidak mutlak terikat pada salah satu aliran saja. Mereka bebas memilih salah satu aliran yang sesuai. Penyelidikan ini bertajukPemikiran Teologis Dosen-dosen Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum di Medan (1993).
Penyelidikan secara khusus tentang masyarakat Muhammadiyah yang menggeluti perdagangan dilakukan oleh Irwan Abdullah. Ia dengan tegas menjelaskan bahwa masyarakat di daerah Jatinom, Klaten Jawa Tengah yang memiliki tradisi keagamaan modernis-reformis bahkan progresif sebagai bagian penting dari pengamalan faham keagamaan yang dianutnya. Mereka menjalakan aktiviti perdagangan dan perekonomian didorong oleh semangat keagamaan yang reformatif Muhammmadiyah. Penyelidikan Irwan Abdullah ini bertajuk The Muslim Businessmen: Religious reform and Economic Modernization in a Central Javanese Town (1994).
Penyelidikan lain dilakukan oleh Heri Junaidi. Heri Junaidi membahas problematika siklus distribusi kain songket. Fokus penyelidikannya adalah persoaln manajemen keluarga dan sistem kerjasama melalui akte di bawah tangan. Dari penyelidikannya, Heri menyimpulkan bahwa kegiatan pembuatan kain songket yang dilakukan mereka di Palembang berdasarkan pengembangan usaha yang telah mereka miliki sebelumnya. Artinya, para penenun songket Palembang berkreasi bukan berdasarkan pelestarian tradisi tetapi hanya sebagi usaha sampingan. Ia mencontohkan, adanya usaha tenun songket di dalam kegiatan usaha ‘X’ telah didahului dengan usaha menjahit, membordir, ataupun usaha kain jumputan. Kemudian, baru ada keinginan membuat tenun songket, itupun karena ada dorongan dari pemerintah daerah. Tulisan ini dapat dibaca dalam skripsi Heri Junaidi yang berjudul Kerja sama Usaha Kerajinan Songket di Palembang (1995).
Penyelidikan yang lebih khusus tentang masyarakat Indonesia yang bergerak dalam sektor perdagangan dilakukan oleh Mohammad Sobary. Penyelidikan Sobary ini difokuskan pada masyarakat Betawi yang terpinggirkan oleh sistem pembangunan. Pada penyelidikan ini, Sobary mengemukakan kategori masyarakat iaitu masyarakat asli (pedesaan) dan masyarakt pendatang (urban). Masyarakat asli merupakan suatu gambaran masyarakat yang terpinggirkan oleh sistem pembangunan kekuasaan sehingga mereka harus merelakan diri berkutat pada sektor marjinal (informal) dan tetap bertahan pada tradisi Islam tradisional sebagai dasar-dasar kehidupan. Sementara masyarakat urb (pendatang) adalah corak masyarakat yang berkuasa dalam wilayah perdagangan dan tidak marjinal karena mereka rata-rata bermodal (kapital) dan berfahm modernis-progresif. Tulisan Sobary ini dapat dibaca pada bukunya yang berjudul Kesalehan dan Tingkah Laku Ekoniomi (1995).
Kemudian, antropolog Robert W. Heffner dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Mochtar Zoerni dengan judul ICMI dan Perjuangan Menuju Kelas Menengah Indonesia (1995), memokuskan kajiannya pada kemunculan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang didirikan di akhir tahun 1990. Heffner mencoba menggali apakah cendekiawan di Indonesia benar-benar berpengaruh terhadap birokrasi, yang mengindikasikan timbulnya kelas menengah Muslim di Indonesia atau benar-benar sedang tumbuh dan berkembang gerakan “sektarianisme” berkedok intelektual. Hal ini kemudian dibandingkan dengan gerakan modernis, marxis, dan post modernis seperti dalam ilmu sosial Barat yang mengalami adanya sekulerisasi.
Suwita Kartiwi dalam bukunya yang berjudul Kain Songket Indonesia (1996) menjelaskan tentang definisi songket dan latar belakang perkembangan dan persebaran songket di Indonesia. Yang menjadi bahasannya dalam buku ini adalah kerangka dari pembudayaan kapas, keunikan desain songket di Indonesia, prinsip-prinsip utama dalam proses desain songket , dan arti simbol-simbol dalam motif kain songket. Pada penyelidikannya ini dapat dilihat adanya hubungan erat antara motif kain songket dengan rumah adat suatu daerah, beberapa penamaan yang berbeda dalam menyebut kain songket, serta implikasi kain songket terhadap pemakainya.
Sementara Aceng Kosasih dalam penyelidikannya yang bertajuk Corak Pemikiran Teologis Dosen-dosen Pendidikan Agama Islam di IKIP Bandung (1996), menjelaskan bahwa corak pemikiran teologis dosen-dosen Pendidikan Agama Islam di IKIP Bandung pada umumnya lebih cenderung bersifat liberal/rasional. Mereka pada umumnya menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Menurut mereka, akal mempunyai peran dan kekuatan untuk mengetahui adanya Tuhan, baik dan buruk, maupun untuk mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan ataupun kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi perbuatan jahat. Namun, mereka juga menyadari bahwa kebenaran yang diperoleh akal sangat relatif hasilnya. Pengetahuan yang diperoleh akal pada umumnya hanya menyangkut hal-hal yang global saja. Untuk itu diperlukan wahyu yang berperan sebagai petunjuk bagi akal. Jadi, mereka berpendapat bahwa akal dan wahyu sama-sama memiliki peran yang penting.
Selanjutnya Ahsin Muhammad dalam tesisnya yang bertajuk Keberadaan Faham Mu’tazilah dan Asy’ariyah di Kalangan Mahasiswa Baru dan Lama Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1997), menyelidiki tentang keberadaan faham Mu’tazilah dan Asy’ariyah di kalangan mahasiswa baru dan lama program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah. Dalam penyelidikannya, Ahsin Muhammad menemukan bahwa kebanyakan mahasiswa di program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, baik yang tergolong mahasiswa baru maupun lama menganut aliran Mu’tazilah. Sedangkan yang menganut faham Asy’ariyah hanya sebagian kecil sahaja. Namun demikian, kadar ke-Mu’tazilahan yang ditemukan cukup beragam, mulai dari kadar tinggi, sedang, dan rendah. Tak seorangpun responden yang dapat dikatakan sebagai penganut Mu’tazilah atau Asy’ariyah murni. Selain itu, ditemukan pula bahwa proses pendidikan tersebut terbukti berpengaruh terhadap tingginya kadar ke-Mu’tazilahan di kalangan mereka.
Manakala M. Basir dalam disertasinya yang berjudul Takdir Tuhan dan Perbuatan Manusia (Studi Korelasional anta Faktor-faktor Pendidikan dan Pola Pemahaman Teologi Para Da’i di Kotamadya Ujung Pandang) (1999), menjelaskan tentang perkembangan baru pemahaman teologi Islam di Indonesia. Berdasarkan hasil penyelidikannya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pola pemahaman teologi Islam yang berkembangdi Kotamadya Ujung Pandang khususnya yang menyangkut takdir Tuhan dan perbuatan manusia dapat dikategorikan atas tiga pola pemahaman teologi dengan persentase masing-masing: Jabariyah 12,57%, Ahl-al-Sunnah wa al-Jama’ah 41,92%, dan Mu’tazilah 45,51%. Tingkat pendidikan para da’i menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan semua indikator pola pemahaman teologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden semakin cenderung menganut pola pemahaman teologi rasional. Responden yang berlatar belakang jenis pendidikan umum lebih cenderung menganut pola pemahaman teologi rasional dan liberal daripada responden yang berlatar belakang jenis pendidikan keagamaan. Responden yang berlatar belakang ormas Islam Nahdatul Ulama lebih cenderung menganut pola pemahaman teologi tradisional Ahl al-Sunnah wa-al-Jama’ah. Sementara itu, responden yang berlatar belakang ormas Islam lainnya pada umumnya lebih cenderung menganut pola pemahaman teologi rasional dan liberal.
Zuly Qodir dalam bukunya yang berjudul Agam dan Etos Dagang (2002), menjelaskan tentang relasi antara ajaran agama yang dipahami dengan kegiatan mereka sebagai pengusaha atau pedagang. Kajian dalam buku ini tampaknya dipusatkan pada dua level. Pertama,level yang akan mengelaborasi beberapa paham ajaran yang dianut para pengusaha dan pedagang. Sedangkan level kedua yang dianggap sebagai akibat dari level pertama, iaitu mengkaji pengaruh paham keagamaan yang dianut dengan aktiviti sehari-hari. Pada level pertama, penulis tidak mengemukakan dalil-dalil atau dasar-dasar teologisnya, namun lebih mengutamakan praktek-praktek keagamaannya. Sedangkan level kedua lebih diarahkan pada praktek sehari-hari sebagai pengusaha maupun pedagang.



RENCANA DAFTAR PUSTAKA



Abduh, Muhammad., Risalah Tauhid, terj. K.H. Firdaus A.N. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Abdullah, Irwan., The Muslim Businessmen: Religious reform and Economic
Modernization in a Central Javanese Town. Universiteit van Amsterdam, 1994.

Abdullah, Taufik., Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1986

Andreski, Stanislav., max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama., terj. Hartono Hadikusumo, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.

Asy’arie, Musa., Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: LESFI Institut Logam, 1998.

Bass, Bernard M. dan Barrett, Gerald V., People, Work and Organization: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology, cetakan kedua, Boston: Allyn & Bacon Inc, 1981.

Bellah, Robert N., Religi Tokugawa Akar-akar Budaya Jepang, Jakarta: Gramedia, 1992.

Engineer, Asghar Ali., Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Geertz, Clifford., Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.

------------------., Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Hefner, Robert W., ICMI dan Perjuangan Menuju Kelas Menengah Indonesia, terj. Endi Haryono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

Ismail, Faisal., Ideologi, Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.

Koentjaraningrat., Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1990.

Kuntowijoyo., Islam sebagai Ide, Jakarta: LP3ES, 1984.

Mubyarto, dkk., Etos Kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu, dan Timor Propinsi NTT. P3PK-UGM, Yogyakarta: Aditya Media, 1992.

Nasution, Harun., Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Jakarta: UI Press, 1987.

-------------------., Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1998.

Qodir, Zuly., Agama dan Etos Dagang, Solo: Pondok Edukasi, 2002.

Sobary, Muhammad., Kesalehan dan Tingkah Laku Ekonomi., Yogyakarta:Benteng Budaya, 1995.

Soekanto, Soerjono., Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat, Jakarta: Rajawali Pers, 1993.

Turner, Bryan S., Sosiologi Islam: suatu Telaah Analitis atas Tesis Sosiologi Weber, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

Weber, Max., The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, New York: Charles Scribner’s Sons, 1958.

















BAB II
DINAMIKA IDEOLOGI, TEOLOGI DAN PENENUN SONGKET


A. Pendahuluan

Gambaran umat Islam pada umumnya pernah dikatakan oleh Snaouck Hurgronje yang dikutip oleh M. Rasyidi dalam kata pengantar buku teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, iaitu: “Bukannya al-Qur’an dan hadis yang memberikan pengertian tentang Islam kepada kita, tetapi kitab-kitab hokum dan teologi yang telah ada sejakabad III H.” (Nasution, 1978:viii). Pendapat ini memberikan pedoman yang sangat berguna untuk menyelidiki alam fikiran bangsa-bangsa yang menganut agama Islam serta hidup dalam isolasi dari perkembangan masyarakat dunia sejak abad ke-17 M. Bila umat Islam ingin maju dan mendapat tempat yang wajar dalam masyarakat internasional maka harus mengetahui Islam yang ada dalam al-Qur’an dan hadis.
Teologi adalah ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin memahami selok belok agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak muda diumbang-ambing oleh peredaran zaman ( Nasution, 1978: ix).
Persoalan teologi sebenarnya bukanlah masalah yang pertama timbul dalam agama Islam. Masalah pertama yang timbul dalam Islam setelah Rasulullah saw wafat adalah masalah politik, iaitu tentang siapakah yang berhak menjadi khalifahnya. Masalah ini hampir menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam yang akhirnya menyetujui pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar kemudian digantikan oleh ‘Umar ibn Khattab, seterusnya digantikan oleh ‘Utsman ibn ‘Affan dan selanjutnya digantikan oleh ‘Ali ibn Abi Thalib.
Persoalan-persoalan di bidang politik pada akhirnya berkembang menjadi persoalan-persoalan teologi. Persoalan politik berkembang menjadi persoalan teologi kerana timbul masalah tentang siapakah yang kafir dan siapa yang bukan kafir dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Seiring perjalanan waktu, konsep tentang kafir mengalami pergeseran. Yang dipandang kafir bukan saja orang yang tidak menentukan hukum dengan al-Qur’an, tetapi orang yang berbuat dosa besar juga dianggap kafir. Persoalan inilah yang kemudian berpengaruh besar dalam pertumbuhan teologi dalam Islam.
Selain persoalan kafir dan pelaku dosa besar, muncul masalah tentang perbuatan manusia dalam aliran teologi. Mengenai perbuatan manusia terdapat dua aliran yang bertentangan, iaitu Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan perbuatannya. Sebaliknya, Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan perbuatannya. Ini berarti, aliran Jabariyah berkeyakinan bahwa segala tingkah laku manusia telah ditentukan oleh Tuhan. Faham ini yang disebut dengan fatalisme (Nasution, 1986: 8).

B. Pengertian Ideologi dan Teologi

1. Pengertian secara etimologis
Kata teologi sebenarnya bukan berasal dari khazanah dan tradisi Islam. Kata ini sering dipakai cendekiawan muslim kontemporer. Istilah teologi terambil dari khazanah dan tradisi kristiani (Effendi, 1994:52-53). Penggunaan istilah ini tidak bermaksud untuk mengecilkan arti istilah yang telah ada dalam khazanah Islam. Kerana itu, tidak harus dipandang sebagai sesuatu yang negative. Bahkan, istilah ini bisa memperkaya khazanah dan sistematisasi pemahaman keagamaan.
Secara etimologis, teologi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata theology (Inggris), theologie (Perancis, Belanda) atau tehologia (Latin dan Yunani) (Sou’yb, 1987:1). Setiap kata dalam berbagai bahasa di Eropa senantiasa dicari akar katanya pada bahasa Latin yang berakar pada bahasa Yunani.
Theologia terdiri dari dua suku kata, yaitu theo dan logia. Kata theo dan jamaknya theos sepanjang mitologi Yunani adalah panggilan untuk dewata (para Dewa). Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kata theo diartikandengan Tuhan (Sou’yb, 1987:1). Untuk pengertian Tuhan, setiap agama mempunyai nama tersendiri, misalnya; Allah untuk agama Islam, Yahuza untuk agama Yahudi, Brahman untuk agama Hindu, dan sebagainya.
Kata logia dalam bahasa Yunani berasal dari kata logos (akal), yang berarti ajaran pokok (doktrin) atau teori (ilmu). Istilah Yunani logos inilah terambil kata logika dan logis sebagai derivasinya. Kata logos juga disalin ke dalam bahasa Arab mantiq, sehingga ilmu logika dinamakan ilmu mantiq (Madjid, 2000:4).
Dengan demikian, teologi berarti sebuah ajaran pokok atau sebuah teori atau sebuah ilmu tentang permasalahan Tuhan. Dalam Islam, teologi disebut dengan ilmu kalam atau Ilmu Tauhid (Sou’yb, 1987:31). Dikatakan Ilmu Kalam kerana permasalahannya menjadi bahan perbincangan yang menuntut penalaran dengan menggunakan logika. Sedangkan disebut Ilmu Tauhid dikarenakan fokus pembicaraannya ialah masalah ke-Esaan Tuhan. Pengertian yang lebih tepat bila Ilmu Kalam diterjemahkan sebagai teologi dialektis atau teologi rasional yang khas Islam kerana Ilmu Kalam sangat erat kaitannya dengan logika. Dalam perkembangannya, teologi menjadikan akal sebagai alat yang dominant dalam menghasilkan pengetahuan dan dalam pengolahannya secara sistematis.

PENELITIAN BAB 1

PENGARUH IDEOLOGI TEOLOGIS TERHADAP ETOS KERJA PENENUN SONGKET PALEMBANG













ANISATUL MARDIAH













PROPOSAL DISERTASI (PROGRAM Ph.D)
UNIVERSITI MALAYA
KUALA LUMPUR
MALAYSIA












DAFTAR ISI




KANDUNGAN HALAMAN

HALAMAN TAJUK……………………………………………………………………….
HALAMAN PENGESAHAN PENYELIA………………………………………………..
DEDIKASI………………………………………………………………………………….
ABSTRAK …………………………………………………………………………………
PENGHARGAAN …………………………………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….
TRANSLITERASI………………………………………………………………………….
SENARAI KEPENDEKAN………………………………………………………………..

BAB PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN…………………………………………………………………
B. HIPOTESIS KAJIAN………………………………………………………………
C. OBJEKTIF DAN KEPENTINGAN KAJIAN……………………………………..
D. SKOP KAJIAN…………………………………………………………………….
E. MASALAH KAJIAN………………………………………………………………
F. METODOLOGI PENYELIDIKAN……………………………………………….
G. KAJIAN-KAJIAN LEPAS…………………………………………………………
H. SUSUNAN PENULISAN …………………………………………………………

BAB I: GAMBARAN UMUM WILAYAH PENYELIDIKAN

A. PENDAHULUAN………………………………………………………………….
B. KEADAAN WILAYAH……………………………………………………………
1. Sejarah Singkat Lokasi Penyelidikan ………………………………………
2. Letak Geografis Lokasi Penyelidikan………………………………………
3. Sistem Pemerintahan…………………………………………………….....

C. PENDUDUK DAN PEREKONOMIAN…………………………………………..
1. Matapencarian Penduduk ……………………………………………
2. Kehidupan Keagamaan Penduduk………………………………………….
3. Keadaan Pendidikan………………………………………………………...
4. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan…………………………………………

BAB II: DINAMIKA IDEOLOGI, TEOLOGI DAN PENENUN SONGKET
A. PENDAHULUAN…………………………………………………………………
B. PENGERTIAN IDEOLOGI DAN TEOLOGI……………………………………..
1. Pengertian Secara Etimologi……………………………………………….
2. Pengertian Secara Terminologi…………………………………………….


C. SEJARAH TENUN SONGKET……………………………………………………
1. Zaman Kerajaan Sriwijaya………………………………………………….
2. Zaman Kesultanan Palembang Darussalam………………………………..
3. Zaman Penjajahan ………………………………………………………….
4. Zaman Kemerdekaan……………………………………………………….

D. ETOS KERJA PENENUN SONGKET…………………………………………….
1. Landasan Etos Kerja………………………………………………………..
2. Motivasi Bekerja……………………………………………………………
3. Sosialisasi Keterampilan……………………………………………………
4. Daya Produktif……………………………………………………………...

BAB III: ANALISIS PENGARUH IDEOLOGI TEOLOGIS TERHADAP ETOS KERJA PENENUN SONGKET

A. PENDAHULUAN………………………………………………………………….
B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………………….
1. Karakteristik Responden……………………………………………………
2. Ideologi Teologis yang Diyakini…………………………………………...
3. Etos Kerja Penenun Songket……………………………………………….
4. Perkembangan Usaha Tenun Songket……………………………………...

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARANAN

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………….
B. SARANAN………………………………………………………………………..
C. PENUTUP…………………………………………………………………………


BIBLIOGRAFI……………………………………………………………………………..
















BAB PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Teologi adalah ilmu yang membahaskan ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami selok-belok agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberikan seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan kepada landasan yang kukuh dan tidak diombang-ambingkan oleh peredaran zaman (Nasution, 1987:7).
Perlu disedari dan difahami bahwa teologi Islam itu bukan dalam maksud dan pengertian agama sebagai suatu ajaran, tetapi hanya merupakan pemikiran reflektif seorang beriman mengenai imannya dalam rangka memperkukuh iman yang telah diyakininya (M. Masyhur Amin, 1989:10). Oleh itu, rumusan teologi Islam sebagai rumusan akal fikiran manusia akan berbeda sesuai dengan situasi dan keperluan generasi pada kurun sejarah tertentu. Rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran dipengaruhi oleh problem teologis pada masanya (Azyumardi Azra, 1996:3). Sekalipun konsep teologis klasik itu masih terikat oleh masalah-masalah ketuhanan yang selalu berorientasi metafizika, namun teologi ini telah mampu membawa umat Islam pada masa itu ke arah kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Pada era globalisasi dewasa ini, manusia hidup dalam planet yang interkomunikatif; di mana umat Islam dihadapkan pada serangkaian tentangan yang belum pernah dialami oleh umat Islam di masa silam. Bila dibandingkan dengan umat beragama lain, posisi dan kemampuan sains dan teknologi umat Islam tidaklah menggembirakan. Menurut Max Weber, seperti yang dipetik oleh Alwi Shihab, pola berfikir dan tindakan, etos serta world view suatu kelompok masyarakat sangat dipengaruhi oleh ajaran agama kelompok tersebut (Alwi Shihab, 1999:245). Dari hipotesis Weber ini dapat dijelaskan bahwa ajaran agama merupakan faktor yang amat berpengaruh pada pola fikir dan tingkah laku penganutnya dan selanjutnya merupakan bahagian daripada budaya yang mendorongnya kepada kemajuan atau kemerosotan.
Kajian tentang perkaitan diantara moralitas agama dengan semangat kapitalisme industri awal telah banyak dilakukan oleh ilmuwan baik dalam negeri (Indonesia) maupun luar negeri. Salah seorang di antara pelopor kajian ini adalah Max Weber, ilmuwan sosial yang telah membuktikan perkaitan di antara etika agama dengan semangat kapitalisme awal.
Kajian yang dilakukan oleh Max Weber ini kemudian diikuti oleh kajian-kajian yang bersifat “menguji” tesisnya ataupun memperluaskan perbincangan . Sebagai contoh dapat dinyatakan antara lain; iaitu Erns Troelsch, Bryan S. Turner, Robert N. Bellah, Lance Castles, Mohammad Sobary, dan Irwan Abdullah. Kajian tersebut bersifat mengkolaborasi tesis Weber dari magnum opus-nya yang berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism terhadap penenun songket di Palembang.
Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, aktiviti perekonomian bangsa hampir lumpuh, terutama aktiviti ekonomi yang bergerak dalam bidang real estate, property maupun fabrik-fabrik elektronik. Namun, aktiviti ekonomi rakyat yang bergerak di bawah level modal besar, tepatnya para pengusaha bermodal menengah ke bawah ternyata memperlihatkan gejala yang sebaliknya. Aktiviti pengusaha ini berjalan sebagaimana adanya dan tetap survive dengan modal seadanya tanpa harus memaksa pemerintah untuk memberikan suntikan dana segar demi kelancaran usahanya. Uniknya, pengusaha kelas menengah ke bawah ini, terutama penenun songket, kebanyakannya adalah pengusaha Muslim.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia hampir tidak berpengaruh terhadap aktiviti perekonomian pada pengusaha Muslim yang bergerak dalam produksi dan perdagangan songket di Palembang. Kenyataan ini menimbulkan persoalan adakah produktiviti pengusaha Muslim tersebut ada kaitannya dengan ajaran agama yang mereka anuti. Persoalan ini perlu dikaji lebih lanjut karena Max Weber pernah mengatakan dengan nada sinis bahwa agama-agama seperti Islam, Katholik, dan Buddha adalah agama-agama yang tidak menyokong proses produksi. Agama-agama tersebut merupakan agama yang menyebarkan faham asketis dan hidup membiara serta agama prajurit, bukan agama kapital.
Apa yang dikemukakan Weber ini bila diterapkan kepada Islam akan menuai berbagai kritikan. Ini kerana secara doktrinal, Islam sebenarnya jauh berbeza dengan apa yang dituduhkan Weber. Hal ini pernah dilakukan oleh Turner yang berusaha memperjelaskan kenyataan Weber dan mengritik Weber. Turner berpendapat bahwa Islam bukanlah agama prajurit atau agama padang pasir yang berwatak keras dan suka peperangan, tetapi Islam menitikberatkan ajaran-ajaran tentang “hidup mewah” dan beretos kerja yang tinggi. Walaupun Weber telah memberikan dasar-dasar yang amat baik untuk melihat kelompok agama yang progresif dalam masyarakat, namun Weber hanya melihat kepada masyarakat yang bertradisi dan beraliran Protestant, bukan Katholik. Turner menyanggah pernyataan Weber yang mengatakan bahawa ajaran Islam kurang bahkan tidak dapat menjadikan umatnya maju. Adalah wajar diragui pernyataan Weber tentang para penganut Islam yang berkerjaya sebagai pedagang dan pegawai negeri dianggap menyalahi nilai-nilai gurun dan prajurit (Turner, 1992:179).
Pendapat Weber yang mengatakan bahwa kemungkinan mengejar keuntungan hanya wujud dalam masyarakat Protestant, bukan dalam masyarakat lainnya, boleh diperbahaskan lagi. Kajian lain telah membuktikan wujudnya semangat kapitalisme, misalnya di Jepun dan Korea Selatan yang berfaham Zen Buddhisme, sedangkan di Taiwan dan China berfaham Konfusianisme (John Clammer, 1991:18).
Ajaran Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras, baik dalam menuntut ilmu ataupun beramal soleh. Bekerja dengan menjalankan usaha atau berdagang adalah anjuran agama dan dinilai sebagai ibadah. Namun yang wajar ditekankan, Islam yang diturunkan dengan keluasan doktrinnya menjadikan umat Islam merasa “kebal” untuk menghadapi segala cabaran hidup kerana semuanya telah ditentukan oleh Allah. Mental puas diri dari umat Islam yang kemudian menimbulkan faham fatalistik menjadikan umat Islam tidak maksimal dalam berikhtiar. Walaupun pedagang dan pengusaha melakukan transaksi bisnes, itu bukan kerana dorongan agama sepenuhnya tetapi kerana sentimen rasial, suku, dan agama.
Negara Indonesia, yang majoriti penduduknya menganut agama Islam, termasuk negara sedang berkembang yang etos kerjanya berbeza dengan negara yang sudah maju. Negara yang sedang berkembang diyakini memiliki etos kerja yang kurang mendukung bagi peningkatan produktiviti. Hal ini disebabkan antaranya masyarakat sedang berkembang menganuti faham yang berimplikasikan fatalis.
Sejalan dengan itu, diyakini pula bahwa faham yang berkembang dan dianut oleh masyarakat sedang berkembang, termasuk masyarakat Palembang (Indonesia), adalah faham teologi tradisional yang cenderung fatalis dan tidak mendukung bagi peningkatan produktiviti. Oleh kerana itu, bila etos kerja dan produktiviti terasa tidak meningkat, maka wajar ada tuduhan yang mengatakan bahwa teologi tradisional yang berfaham Jabariyah dengan faham qada’ dan qadar-nyalah penyebabnya.


B. HIPOTESIS KAJIAN

Berdasarkan kenyataan dan kajian pustaka terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa kebanyakan penenun songket cenderung berfaham Jabariyah yang dapat disebut berfaham teologi tradisional dan beretos kerja negara sedang berkembang yang cenderung fatalis. Selanjutnya dirumuskan secara terperinci bahwa:
1. Kecenderungan faham teologi mereka berkorelasi dengan lingkungan sosial budaya mereka.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faham teologi yang dianut dengan etos kerja mereka.


C. OBJEKTIF DAN KEPENTINGAN KAJIAN

Kajian ini mempunyai beberapa kepentingan dan tujuan, antaranya:
1. Untuk mengelaborasi lebih lanjut tentang tesis Weber yang berjudul The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism terhadap penenun songket di Palembang.
2. Untuk menelaah kemungkinan adanya pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket di Palembang.
3. Untuk menambah literatur dalam bidang aqidah dan pemikiran Islam dalam versi bahasa Malaysia.


D. SKOP KAJIAN

Untuk memudahkan lagi pengkajian mengenai Pengaruh Ideologi Teologis terhadap Etos Kerja Penenun Songket Palembang, penulis akan cuba membataskan skop kajian kepada beberapa perkara yang menjadi bahan penulisan. Oleh itu, kajian ini hanya akan tertumpu kepada pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket di kota Palembang, iaitu di Kecamatan Ilir Barat II dan Kecamatan Seberang Ulu II, dan perkara-perkara yang mempunyai kaitan dengannya khususnya tentang: gambaran umum wilayah penyelidikan, konsep teologi dalam Islam, dinamika penenun songket dan analisis pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket Palembang.

E. MASALAH KAJIAN

Di dalam penulisan kajian ini, masalah utama yang penulis cuba kaji ialah adakah produktiviti pengusaha songket di Palembang ada kaitannya dengan ajaran Islam yang dianutinya? Agar pembahasan ini terarah dan berfokus masalah utama dalam kajian ini dirumuskan seperti berikut:

1. Mengapa penenun songket di Palembang tetap wujud pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh ideologi teologis terhadap etos kerja penenun songket di Palembang?

F. METODOLOGI PENYELIDIKAN

Dalam melakukan sesuatu kajian ilmiah ataupun penyelidikan, metode merupakan perkara yang amat penting kerana ia merupakan cara kerja untuk memahami objek yang sedang diteliti. Dengan kata lain, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematik. Sesuatu penyelidikan ilmiah akan dikira bermutu sekiranya metode yang digunakan tepat dan sesuai dengan objek dan tujuannya.
Di dalam kajian ini akan menggunakan metode-metode berikut:
1. Metode pengumpulan data
2. Metode analisis data.

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah usaha-usaha yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dan penafsiran terhadap data yang terkumpul . Metode pengumpulan data bagi menyempurnakan kajian ini dilakukan melalui dua cara iaitu penyelidikan lapangan (field research) dan penyelidikan perpustakaan. Penyelidikan perpustakaan ialah penyelidikan yang dilakukan di perpustakaan bagi mendapatkan maklumat sama ada dalam bentuk kamus, encyclopedia, buku-buku rujukan, disertasi, majalah, jurnal, dan seumpamanya yang berkaitan dengan kajian ini. Sementara penyelidikan lapangan ialah penyelidikan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang dikaji. Pelaksanaannya meliputi observasi, temubual (wawancara), soal selidik, dan dokumentasi.
Observasi dilakukan untuk mengadakan pengamatan secara langsung terhadap fakta-fakta yang ada, iaitu tentang aktiviti penenun songket di Palembang. Dalam observasi, penyelidik mencuba untuk melihat secara langsung keadaan penenun songket, cara hidup, matapencarian dan keluarga. Di samping melihat secara langsung, penulis mencuba untuk mengadakan temubual secara tidak formal dengan penenun. Ini dilakukan untuk mengetahui keadaan mereka dan menginginkan terjadinya komunikasi yang akrab agar informasi yang diberikan lebih terbuka.
Manakala soal selidik yang diedarkan merupakan gabungan dari soal selidik tertutup dan terbuka. Soal selidik tertutup merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun untuk mendapatkan alternatif jawapan dari responden, di mana jawapan telah disediakan oleh penyelidik. Soal selidik terbuka adalah kolom daftar jawapan yang telah disediakan, di mana responden mengisinya apabila dalam alternatif jawapan soal selidik yang disediakan tidak sesuai atau kurang lengkap.
Alasan penyelidik menggunakan soal selidik ini kerana: Pertama, soal selidik merupakan alat praktikal untuk digunakan dalam pengumpulan data yang dalam waktu relatif singkat data yang diperlukan segera terkumpul. Kedua, dengan soal selidik ini responden akan lebih bebas dalam memberikan jawapan. Ketiga, setiap responden akan menghadapi pertanyaan yang sama isi maupun tata kalimatnya sehingga akan diperoleh jawapan yang seragam. Hal inilah yang akan memudahkan penyelidik dalam pengolahan data.
Selain soal selidik, penyelidik juga melakukan temubual dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Temubual yang akan penyelidik lakukan adalah dengan mendatangi langsung para informan (key informan). Sebagai sumber temubual iaitu penenun songket, pengurus organisasi, pemuka agama dan pemerintah setempat. Dalam temubual, penyelidik mencari informasi tentang aktiviti penenun songket, pandangan atau pendapat pemuka agama atau pemuka masyarakat dan pengurus organisasi yang ada hubung kait dengan kajian ini.
Di samping itu, penyelidik mengumpulkan data melalui metode dokumentasi. Melalui metode ini, penyelidik cuba mengumpulkan data dengan melakukan kajian terhadap dokumen-dokumen yang ada hubung kait dengan kajian ini. Antaranya ialah gambar, berita-berita surat kabar, dan dokumen pemerintah. Dokumentasi bertujuan untuk memberi definisi terhadap fakta-fakta yang diperlukan.

2. Metode Analisis Data

Setelah segala data yang diperlukan terkumpul melalui metode-metode yang dinyatakan, penyelidik mula mengolah data dan menganalisis data yang diperolehi untuk menyiapkan kajian ini. Oleh kerana itu, penulis menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Analisis kualitatif dengan metode deskriptif analitis digunakan untuk menggambarkan kecenderungan-kecenderungan faham teologi, dimensi etos kerja, dan aspek sosial budaya yang melingkupi kehidupan penenun songket dan masyarakat
sekitarnya.
Sementara data daripada soal selidik diproses dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan menggunakan ujian-ujian statistik tertentu. Dua statistik yang akan digunakan iaitu statistik deskriptif dan statistik inferensi. Statistik deskriptif iaitu frekwensi dan peratusan digunakan bagi mendapat gambaran sosio-demografi responden dan jenis ideologi teologis responden.
Skala yang akan digunakan didalam penyelidikan ini adalah berdasarkan skala Likert (Likert Scala). Pemilihan skala ini dibuat kerana kesesuaiannya, boleh dipercayai dan mudah untuk melaksanakannya. Bernard M. Bass dan Gerald V. Barrett memberikan tiga sebab mengapa skala Likert ini sesuai digunakan iaitu masa yang diperlukan sedikit, mempunyai kebolehpercayaan yang tinggi dan senang untuk ditadbirkan (Bass dan Barrett, 1981:96). Bagi mengukur tahap ideologi teologis dan etos kerja responden, maklum balas yang diterima berdasarkan skala Likert akan dikodkan semula atau recode menjadi sama ada “rendah”, “sederhana” atau “tinggi”.
Ujian-ujian statistik juga dijalankan bagi mengukur perkaitan atau perhubungan diantara pembolehubah yang berbeza, iaitu pembolehubah bebas (ideologi teologis dan faktor sosio-demografi) dengan pembolehubah berubah iaitu tahap etos kerja responden. Ujian akan menggunakan dua kaedah iaitu ‘Pearson Correlation dan Chi-Squire’. Ujian Pearson Correlation akan dilakukan bagi data berbentuk ordinal, manakala ujian Chi-Squire digunakan bagi menguji data berbentuk nominal seperti ciri individu atau sosio-demografi. Paras signifikansi atau level significance bagi kedua-dua ujian statistik di atas ialah 0,1 (10%). Sekiranya ujian statistik bagi sesuatu pembolehubah itu mendapati paras keertiannya memenuhi keperluan paras signifikan yang ditetapkan ini, maka pembolehubah berkenaan dianggap mempengaruhi secara signifikan dengan tahap etos kerja responden. Sebaliknya, jika paras keertiannya berada dibawah paras signifikan, maka kesimpulan yang dapat dibuat ialah kedua-dua pembolehubah berkenaan tidak mempunyai hubungan yang signifikan (Daud, 1997/1998:31).

G. KAJIAN-KAJIAN LEPAS

Perbahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teologi pada umumnya termasuk dalam disiplin ilmu keagamaan yang bersifat teoritis-normatif. Namun demikian, bila dikaitkan dengan manusia yang menganut keyakinan dan faham teologis tertentu dan etos kerjanya, maka otomatis masalah teologi yang tadinya murni hanya bersifat teologis-normatif telah melibatkan masalah psikologis-behavioris.
Penyelidikan terdahulu yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyelidikan disertasi ini telah banyak dilakukan. Dari telaah pustaka yang telah dilakukan ditemukan beberapa karya yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelidikan ini.
Penyelidikan yang khusus tentang kerajinan songket telah dikaji oleh beberapa penyelidik antara lain Suwati Kartiwi. Tulisan Kartiwi ini berjudul Seni Tenun dan Ragam Hias Indonesia (1975). Ia memetakan seni tenun beserta keragaman hiasan dalam tenun Indonesia sebagai cermin peranan wanita dalam adat. Corak motif yang diterapkan pada kain songket tidak lepas kaitan corak dan arti seperti diterapkan pada desain atau ragam hias yang terdapat pada ukiran rumah adat. Persamaan motif dan simbol antara bangunan Limas adat Palembang dengan motif kain songket Palembang. Penyelidikan Kartiwi juga menemukan ada kesamaan motif antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Misalnya, persamaan motif kain Minangkabau cukie kaluak ampek puluh, menunjukkan persamaannya dengan motif yang terdapat pada ulos Batak.
Sementara Clifford Geertz, telah mencuba membahas karakteristik kehidupan masyarakat secara mendalam, khususnya masyarakat Jawa. Meskipun menimbulkan banyak reaksi, penyelidikan Geertz ini memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kultur dalam masyarakat Jawa. Walaupun penyelidikan Geertz ini sering disalahfahami sebagai penyelidikan khusus tentang kehidupan keagamaan di Jawa, namun penyelidikan ini telah memberikan dasar-dasar bagi penyelidik antropologi budaya yang kemudian berkembang sampai kini. Penyelidikan Geertz ini dibukukan dengan judul Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa (1986).
Jalaluddin Rahman melakukan penyelidikan mengenai pandangan al-Qur’an tentang perbuatan manusia melalui kajian tafsir tematik. Dari penyelidikannya dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an menghendaki manusia produktif dan kreatif. Manusia diberi kebebasan untuk memilih dan berbuat namun tetap patuh pada sunnatullah. Konsep manusia yang produktif-kreatif berbeda jauh dengan konsep kasb Asy’ariyah. Al-Ghazali sependapat dengan al-Asy’ariy yang mengatakan bahawa daya manusia lemah dan daya Tuhan lebih dominant. Kedua tokoh tersebut mempunyai teori tentang tanggung jawab dan perbuatan manusia yang membuat manusia tidak produktif dan kreatif. Penyelidikan Rahman ini dapat dibaca dalam bukunya yang berjudul Konsep Perbuatan Manusia menurut Al-Qur’an (1992).
Ramli Nur dalam penyelidikannya menjelaskan bahwa pemikiran teologis dosen-dosen pendidikan agama Islam di Perguruan Tinggi umum di Medan mengenai konsep iman, sifat-sifat Tuhan, akal dan wahyu, dan perbuatan manusia, adalah pengikut faham al-Asy’ariy yang bercorak teologi tradisional. Sementara aspek teologi mengenai sunnatullah (hukum alam) dan keadilan Tuhan, pola fakir mereka teologi rasional. Dengan demikian, pemikiran teologis dosen-dosen pendidikan agama Islam pada Perguruan Tinggi umum di Kotamadya Medan secara umum tidak mutlak terikat pada salah satu aliran saja. Mereka bebas memilih salah satu aliran yang sesuai. Penyelidikan ini bertajukPemikiran Teologis Dosen-dosen Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum di Medan (1993).
Penyelidikan secara khusus tentang masyarakat Muhammadiyah yang menggeluti perdagangan dilakukan oleh Irwan Abdullah. Ia dengan tegas menjelaskan bahwa masyarakat di daerah Jatinom, Klaten Jawa Tengah yang memiliki tradisi keagamaan modernis-reformis bahkan progresif sebagai bagian penting dari pengamalan faham keagamaan yang dianutnya. Mereka menjalakan aktiviti perdagangan dan perekonomian didorong oleh semangat keagamaan yang reformatif Muhammmadiyah. Penyelidikan Irwan Abdullah ini bertajuk The Muslim Businessmen: Religious reform and Economic Modernization in a Central Javanese Town (1994).
Penyelidikan lain dilakukan oleh Heri Junaidi. Heri Junaidi membahas problematika siklus distribusi kain songket. Fokus penyelidikannya adalah persoaln manajemen keluarga dan sistem kerjasama melalui akte di bawah tangan. Dari penyelidikannya, Heri menyimpulkan bahwa kegiatan pembuatan kain songket yang dilakukan mereka di Palembang berdasarkan pengembangan usaha yang telah mereka miliki sebelumnya. Artinya, para penenun songket Palembang berkreasi bukan berdasarkan pelestarian tradisi tetapi hanya sebagi usaha sampingan. Ia mencontohkan, adanya usaha tenun songket di dalam kegiatan usaha ‘X’ telah didahului dengan usaha menjahit, membordir, ataupun usaha kain jumputan. Kemudian, baru ada keinginan membuat tenun songket, itupun karena ada dorongan dari pemerintah daerah. Tulisan ini dapat dibaca dalam skripsi Heri Junaidi yang berjudul Kerja sama Usaha Kerajinan Songket di Palembang (1995).
Penyelidikan yang lebih khusus tentang masyarakat Indonesia yang bergerak dalam sektor perdagangan dilakukan oleh Mohammad Sobary. Penyelidikan Sobary ini difokuskan pada masyarakat Betawi yang terpinggirkan oleh sistem pembangunan. Pada penyelidikan ini, Sobary mengemukakan kategori masyarakat iaitu masyarakat asli (pedesaan) dan masyarakt pendatang (urban). Masyarakat asli merupakan suatu gambaran masyarakat yang terpinggirkan oleh sistem pembangunan kekuasaan sehingga mereka harus merelakan diri berkutat pada sektor marjinal (informal) dan tetap bertahan pada tradisi Islam tradisional sebagai dasar-dasar kehidupan. Sementara masyarakat urb (pendatang) adalah corak masyarakat yang berkuasa dalam wilayah perdagangan dan tidak marjinal karena mereka rata-rata bermodal (kapital) dan berfahm modernis-progresif. Tulisan Sobary ini dapat dibaca pada bukunya yang berjudul Kesalehan dan Tingkah Laku Ekoniomi (1995).
Kemudian, antropolog Robert W. Heffner dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Mochtar Zoerni dengan judul ICMI dan Perjuangan Menuju Kelas Menengah Indonesia (1995), memokuskan kajiannya pada kemunculan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang didirikan di akhir tahun 1990. Heffner mencoba menggali apakah cendekiawan di Indonesia benar-benar berpengaruh terhadap birokrasi, yang mengindikasikan timbulnya kelas menengah Muslim di Indonesia atau benar-benar sedang tumbuh dan berkembang gerakan “sektarianisme” berkedok intelektual. Hal ini kemudian dibandingkan dengan gerakan modernis, marxis, dan post modernis seperti dalam ilmu sosial Barat yang mengalami adanya sekulerisasi.
Suwita Kartiwi dalam bukunya yang berjudul Kain Songket Indonesia (1996) menjelaskan tentang definisi songket dan latar belakang perkembangan dan persebaran songket di Indonesia. Yang menjadi bahasannya dalam buku ini adalah kerangka dari pembudayaan kapas, keunikan desain songket di Indonesia, prinsip-prinsip utama dalam proses desain songket , dan arti simbol-simbol dalam motif kain songket. Pada penyelidikannya ini dapat dilihat adanya hubungan erat antara motif kain songket dengan rumah adat suatu daerah, beberapa penamaan yang berbeda dalam menyebut kain songket, serta implikasi kain songket terhadap pemakainya.
Sementara Aceng Kosasih dalam penyelidikannya yang bertajuk Corak Pemikiran Teologis Dosen-dosen Pendidikan Agama Islam di IKIP Bandung (1996), menjelaskan bahwa corak pemikiran teologis dosen-dosen Pendidikan Agama Islam di IKIP Bandung pada umumnya lebih cenderung bersifat liberal/rasional. Mereka pada umumnya menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Menurut mereka, akal mempunyai peran dan kekuatan untuk mengetahui adanya Tuhan, baik dan buruk, maupun untuk mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan ataupun kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi perbuatan jahat. Namun, mereka juga menyadari bahwa kebenaran yang diperoleh akal sangat relatif hasilnya. Pengetahuan yang diperoleh akal pada umumnya hanya menyangkut hal-hal yang global saja. Untuk itu diperlukan wahyu yang berperan sebagai petunjuk bagi akal. Jadi, mereka berpendapat bahwa akal dan wahyu sama-sama memiliki peran yang penting.
Selanjutnya Ahsin Muhammad dalam tesisnya yang bertajuk Keberadaan Faham Mu’tazilah dan Asy’ariyah di Kalangan Mahasiswa Baru dan Lama Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1997), menyelidiki tentang keberadaan faham Mu’tazilah dan Asy’ariyah di kalangan mahasiswa baru dan lama program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah. Dalam penyelidikannya, Ahsin Muhammad menemukan bahwa kebanyakan mahasiswa di program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, baik yang tergolong mahasiswa baru maupun lama menganut aliran Mu’tazilah. Sedangkan yang menganut faham Asy’ariyah hanya sebagian kecil sahaja. Namun demikian, kadar ke-Mu’tazilahan yang ditemukan cukup beragam, mulai dari kadar tinggi, sedang, dan rendah. Tak seorangpun responden yang dapat dikatakan sebagai penganut Mu’tazilah atau Asy’ariyah murni. Selain itu, ditemukan pula bahwa proses pendidikan tersebut terbukti berpengaruh terhadap tingginya kadar ke-Mu’tazilahan di kalangan mereka.
Manakala M. Basir dalam disertasinya yang berjudul Takdir Tuhan dan Perbuatan Manusia (Studi Korelasional anta Faktor-faktor Pendidikan dan Pola Pemahaman Teologi Para Da’i di Kotamadya Ujung Pandang) (1999), menjelaskan tentang perkembangan baru pemahaman teologi Islam di Indonesia. Berdasarkan hasil penyelidikannya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pola pemahaman teologi Islam yang berkembangdi Kotamadya Ujung Pandang khususnya yang menyangkut takdir Tuhan dan perbuatan manusia dapat dikategorikan atas tiga pola pemahaman teologi dengan persentase masing-masing: Jabariyah 12,57%, Ahl-al-Sunnah wa al-Jama’ah 41,92%, dan Mu’tazilah 45,51%. Tingkat pendidikan para da’i menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan semua indikator pola pemahaman teologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden semakin cenderung menganut pola pemahaman teologi rasional. Responden yang berlatar belakang jenis pendidikan umum lebih cenderung menganut pola pemahaman teologi rasional dan liberal daripada responden yang berlatar belakang jenis pendidikan keagamaan. Responden yang berlatar belakang ormas Islam Nahdatul Ulama lebih cenderung menganut pola pemahaman teologi tradisional Ahl al-Sunnah wa-al-Jama’ah. Sementara itu, responden yang berlatar belakang ormas Islam lainnya pada umumnya lebih cenderung menganut pola pemahaman teologi rasional dan liberal.
Zuly Qodir dalam bukunya yang berjudul Agam dan Etos Dagang (2002), menjelaskan tentang relasi antara ajaran agama yang dipahami dengan kegiatan mereka sebagai pengusaha atau pedagang. Kajian dalam buku ini tampaknya dipusatkan pada dua level. Pertama,level yang akan mengelaborasi beberapa paham ajaran yang dianut para pengusaha dan pedagang. Sedangkan level kedua yang dianggap sebagai akibat dari level pertama, iaitu mengkaji pengaruh paham keagamaan yang dianut dengan aktiviti sehari-hari. Pada level pertama, penulis tidak mengemukakan dalil-dalil atau dasar-dasar teologisnya, namun lebih mengutamakan praktek-praktek keagamaannya. Sedangkan level kedua lebih diarahkan pada praktek sehari-hari sebagai pengusaha maupun pedagang.











RENCANA DAFTAR PUSTAKA



Abduh, Muhammad., Risalah Tauhid, terj. K.H. Firdaus A.N. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Abdullah, Irwan., The Muslim Businessmen: Religious reform and Economic
Modernization in a Central Javanese Town. Universiteit van Amsterdam, 1994.

Abdullah, Taufik., Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1986

Andreski, Stanislav., max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama., terj. Hartono Hadikusumo, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.

Asy’arie, Musa., Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: LESFI Institut Logam, 1998.

Bass, Bernard M. dan Barrett, Gerald V., People, Work and Organization: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology, cetakan kedua, Boston: Allyn & Bacon Inc, 1981.

Bellah, Robert N., Religi Tokugawa Akar-akar Budaya Jepang, Jakarta: Gramedia, 1992.

Engineer, Asghar Ali., Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Geertz, Clifford., Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.

------------------., Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Hefner, Robert W., ICMI dan Perjuangan Menuju Kelas Menengah Indonesia, terj. Endi Haryono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

Ismail, Faisal., Ideologi, Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.

Koentjaraningrat., Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1990.

Kuntowijoyo., Islam sebagai Ide, Jakarta: LP3ES, 1984.

Mubyarto, dkk., Etos Kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu, dan Timor Propinsi NTT. P3PK-UGM, Yogyakarta: Aditya Media, 1992.

Nasution, Harun., Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Jakarta: UI Press, 1987.

-------------------., Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1998.

Qodir, Zuly., Agama dan Etos Dagang, Solo: Pondok Edukasi, 2002.

Sobary, Muhammad., Kesalehan dan Tingkah Laku Ekonomi., Yogyakarta:Benteng Budaya, 1995.

Soekanto, Soerjono., Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat, Jakarta: Rajawali Pers, 1993.

Turner, Bryan S., Sosiologi Islam: suatu Telaah Analitis atas Tesis Sosiologi Weber, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

Weber, Max., The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, New York: Charles Scribner’s Sons, 1958.