Menangis
SAYA juga heran mengapa tiba-tiba saat menyampaikan sambutan pelepasan keberangkatan orangtua menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, pada Kamis (27/11) saya menangis. Padahal sesungguhnya suasana hati saya begitu bahagia, karena niat orangtua untuk menunaikan ibadah haji kesampaian. Hal lain yang membuat bahagia karena niat saya dan istri untuk memberangkatkan orangtua ke Tanah Suci tercapai. Pertanyaannya, mengapa saya menangis? Padahal sebelumnya, jika melihat orang menangis ketika mengantar kerabatnya berangkat haji, dalam hati saya selalu mengatakan, masak sih itu saja sampai menangis.
Kini kondisi seperti ini terjadi dengan saya. Mengapa sampai menangis? Ketika ditanya demikian. Saya yang bisa merasakannya. Pertama terus terang niat dari awal untuk memberangkatkan orangtua melaksanakan ibadah haji sungguh perjuangan keihlasan hati. Betapa saya dan istri ditantang oleh suatu keadaan yang memang butuh jawaban. Mampukah ikhlas dari awal untuk memberangkatkan orangtua melakukan ibadah haji.
Jawaban demi jawaban dari hari ke hari kami keluarkan. Jalan untuk mengimplementasikan niat kami pun terasa jadi mudah. Hampir semua perubahan dan peristiwa yang kami alami, yang kami rasakan terasa memang suatu petunjuk bahwa inilah jalan yang diberi-Nya. Saya sangat yakin berangkat haji memang bukan segala-galanya, karena memang yang punya segala-galanya itu adalah Allah. Haji adalah sebuah proses ibadah yang diharapkan akan menjadi motivasi dan kekuatan dalam menambah keimanan dan ketakwaan. Perjuangan yang kami rasakan bukan tanpa tantangan. Tantangan dan kendala tetap ada dan kami temui, tapi atas kekuatan pertolongan-Nya selalu ada jawaban.
Bagi saya tangisan itu tiba-tiba muncul, adalah suatu getaran suatu puncak perjuangan yang selama ini kami rasakan. Memantapkan hati dalam keikhlasan, bukan suatu yang mudah dilaksanakan. Selama manasik haji, saya yang mengantar dan menjemput. Kadang juga saya ikut menunggu kegiatan manasik. Selama perjalanan, banyak cerita soal ibadah haji yang dibicarakan. Sesungguhnya tangisan itu adalah tangis kebahagiaan buah dari perjuangan panjang, bertahun-tahun. Hanya kekuatan yang luar biasa, yang mampu memberikan petunjuk pada kami. Semoga selamanya akan mendapat petunjuk di jalan yang benar.
Kini saya semakin mengerti mengapa tiba-tiba menangis. Sebenarnya sejak dari keluar dari perut ibu, kita telah mengenal tangisan. Betapa tangis itu tidak bisa dipisahkan dengan dinamika dalam hidup.
Tangisan itu tiba-tiba datang pada saat kesedihan melanda seseorang. Tapi dia bisa juga datang pada satu kegembiraan . Airmata adalah tanda dimana ungkapan rasa disebut tangis. Tapi tangisan tak selalu dibarengi airmata , sebuah hati pun bisa menangis.
Tangisan adalah tanda kekuatan untuk mengakui kelemahan kita. Kekuatan untuk proses mengerti atau menerima kenyataan.
Tangis bahagia terjadi jika kita menerima berkat atau kebahagiaan yang lebih daripada yang bisa kita bayangkan. Tangis yang terjadi yang saya rasakan ini, ketika hati dipenuhi rasa syukur yang mendalam.
Dan akhirnya sebuah tangisan ternyata memiliki makna yang lebih kompleks dari sebuah kelemahan dan sekadar identitas gender. O firdaus komar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar